Wednesday, July 26, 2023

GEREJA DALAM PUSARAN DEMOKRASI OLEH PHILIPUS PALULLUNGAN

 

GEREJA  DALAM  PUSARAN  DEMOKRASI

( Tinjauan atas Sikap  dan Peran Warga  Gereja Terhadap Politik )

 

Oleh

Philipus Palullungan ( Ketua IV BPMK Klasis  Mkr 1  GTM)

Disampaikan  pada  Pembinaan  Pejabat Gereja se – Klasis  Mkr 1 GTM

Pada Tanggal 28 Juli 2023

 

A.     Pendahuluan

 

Percakapan  atau  diskusi tentang  politik selalu menarik bagi  semua  kalangan,    tidak  hanya terbatas  pada  kalangan elit, tetapi  melibatkan  semua  kalangan termasuk dikalangan warga  gereja. Diskusi  pun   terjadi  mulai  dari  warung  kopi  sampai  ke gedung – gedung  gereja dan tempat - tempat yang mewah termasuk  melalui melalui  media  sosial.  

 

Di kalangan  gereja, Politik  menarik  untuk  dipercakapkan  karena  dua  hal,  yaitu pertama,  Bagi  sebagian  warga  gereja,  politik  dianggap  tidak  layak dan tidak  etis didiskusikan  karena  politik  itu  kotor, penuh siasat,  fitnah  dan  penuh  dusta. Di sisi  lain, banyak  juga  warga  gereja  yang  berpendapat  bahwa warga gereja  justru  penting  dan  harus  melibatkan  diri  dalam  politik  sebagai  bagian  dari  pelayanan untuk menegakkan  etika berpolitik  sesuai  dengan prinsip – prinsip  iman  kristen. Kedua,  Percakapan  politik juga  menarik  karena Tahun  2024 adalah  tahun politik, dimana  pada  tahun  ini  Bangsa  Indonesia akan melakukan pesta  demokrasi elektoral, dimana kita   sebagai  warga  negara akan memilih para pemimpin baik pada jabatan infra struktur  politik  yaitu  para  anggota  legialatif dari kab/Kota sampai pusat maupun  pemilihan  pada  tingkat Supra struktur kekuasaan dari  tingkat  Kab/Kota  sampai pemilihan  Presiden RI.

 

Bertolak  dari  kedua  alasan  di atas, maka  penting bagi kita  selaku warga  gereja  yang memiliki  hak  politik yang  diberikan  oleh  negara  untuk bersama – sama  menyatukan  pemahaman  tentang politik,  sehingga  tidak  lagi  menjadi polemik dan bias  yang dapat menimbulkan  kontra produktif  bagi  pelaanan.

Untuk  keperluan pemahaman maka sebelum  kita  membahas sikap  dan  peran gereja dalam politik,  maka perlu  digambarkan  sekilas tentang apa  yang dimaksud Demokrasi,  politik ,  Partai Politik dan  gereja .

 

B.      Sekilas  Pengertian  Demokrasi, Politik  dan Partai Politik

 

1.      Pengertian  Demokrasi

 

Secara  etimologi kata  demokrasi  berasal  dari  bahasa  Yunani, dari  kata Demos  dan Kratos. Demos artinya  rakyat dan Kratos  artinya  kekuasaan  yang  mutlak. Dengan  demikian  demokrasi  adalah  kekuasaan yang  mutlak  oleh  rakyat.

 

Menurut C. F. Strong,  Demokrasi  adalah  sitem  Pemerintahan  dimana  mayoritas  rakyat yang  berusia  dewasa turut  serta  dalam politik atas  dasar  sistem perwakilan,  yang  kemudian  menjamin pemerintahan  mempertanggung jawabkan setiap tindakan dan  keputusannya.  Selanjutnya, Haris Soche  berpendapat  bahwa demokrasi  adalah bentuk  pemerintahan  rakyat , karenanya  dalam kekuasaan  pemerintahan,  terdapat  porsi  bagi  rakyat atau  orang  banyak  untuk mengatur, mempertahankan dan  melindungi dirinya  dari  paksaan  orang  lain atau  badan  yang  bertanggung  jawab  memerintah. Dari  pandangan pakar  dia atas dapat disimpulkan  bahwa  demokrasi  adalah sistem  pemerintahan dari  rakyat, untuk  rakyat  dan  oleh  rakyat  dimana  setiap  orang  dapat  mengambil  bagian dalam pengambilan  keputusan  yang  mempengaruhi kehidupan bernegara.

 

Indonesia  adalah  negara  yang  memilih  sistem Pemerinthan Demokrasi , yang berpijak  pada dasar negara, sehingga disebut   sistem Demokrasi Pancasila. Demokrasi  sebagai  pilihan sistem pemerintahan  terbaik karena  dapat  mengakomodir aspirasi  dan beragam  kepentingan  masyarakat  dan  juga  dapat  berperan sebagai  wadah  pengikat        Kesepakatan  nasional  yang  harus  dihormati  dan dijaga oleh  seluruh  mayarakat. Dengan  demikian, Demokrasi  Pancasila memberi  ruang  bagi berbagai  perbedaan yang multi etnis, agama, bahasa  dan  budaya

 

Demokrasi sebagai  corak yang mewarnai  seluruh proses – proses kenegaraan  akan  dipengaruhi  kualitasnya  oleh Sistem Politik . Sistem  Politik  Indonesia diartikan  sebagi  kumpulan atau  keseluruhan  berbagai  kegiatan negara  yang menyangkut  kepentingan  umum, termasuk  di  dalamnya   kegiatan  Partai Politik dalam menjalankan  peran dan fungsinya mengisi  jabatan pada tingkat Infra struktur maupun supra Struktur  kekuasaan ( Arbi Sanit )

 

2.      Pengertian  Politik  Dan  Partai  Politik

 

Secara  etimologi, politik  bersal  dari  bahasa  Yunani  dari  kata “polis” yang  artinya negara  kota. Menurut Poltak Y.P. Sibarani, politik  adalah  seni  memerintah  untuk  mencapai  tujuan  tertentu dalam  negara. Pandangan  ini disebut  sebagai  politik  dalam  praktek  atau politik  praktis. Selanjutnya Prof. Miriam  Budiarjo berpendapat  bahwa  politik  adalah  kegiatan  dalam  negara  yang  berkaitan proses  menentukan tujuan  bersama . Kesimpulan  adalah  bahwa  politik  itu pada  dasarnya menyangkut  usaha  bersama  utuk  mewujudkan kebaikan  bersama.

 

Selanjutnya yang  dimaksud  Partai  Politik adalah  institusi  atau  lembaga  yang  melakukan  aktivitas  politik dalam  sebuah  negara  demokratis  dengan  tujuan  membentuk, memperjuangkan , mempertahankan  atau  merebut  kekuasaan.

Menurut  Sigmund  Neuman,  Partai  politik  adalah organisasi  dari aktivitas – aktivitas  politik  yang  berusaha  untuk  menguasai kekuasaan  pemerintahan  serta  merebut  dukungan rakyat  atas  dasar  persaingan  dengan  suatu  golongan  atau  golonghan  lain  yang  mempunyai  pandangan  yang  berbeda.

 

Senada  dengan  itu, Carll J. Friedrick  berpendapat  bahwa  Partai  Politik  adalah  sekelompok  manusia  yang  terorganisir  secara  stabil dengan  tujuan  merebut  atau  mempertahankan  kekuasaan  bagi  pemimpin  partainya  dan  berdasarkan kekuasaan  ini  memberi  manfaat  bagi  anggota  partainya  baik  yang  bersifat  ideal  maupun  material.

 

Dari  batasan  diatas  terlihat  bahwa  pengertian  politik  dalam  tataran  normatif berubah  menjadi  prakmatis setelah  politik  itu  dipentaskan atau  melembaga ke  dalam  Partai  Politik.  Pada  titik  inilah lahir  politik  praktis  yaitu  politik yang yang  berjuang  untuk  kepentingan Partai  politik  yang  kemudian  melahirkan  persaingan dengan  taktik, siasat  dan  strategi masing – masing  Partai politik.

 

Dalam  negara  demokratis Partai  politik sebagai  infra struktur kekuasaan diatur  melalui aturan  main (regulasi) ,  mulai  dari pendirian  partai politik  sampai  pada aturan berkompetisi  lewat wadah Pemilihan  Umum ( Pemilu ).

 

Permasalahan  atau  tantangan  yang  dihadapi  Indonesia terkait  penerapan  demokrasi  adalah  bahwa  demokrasi  yang dipakai  cenderung hanya  berfokus  pada  demokrasi prosedural  dan mengabaikan  demokrasi substansial. Dalam  negara  demokrasi,  kegiatan  politik  ini  dilakukan  oleh  Partai  Politik secara  melembaga.

 

3.      Pengertian  Gereja

 

Menurut Bolan dan Nifrik, Istilah  gereja  berasal  dari bahasa latin “ecclesia”  dan  bahasa  Yunani “ekklesia” yang  artinya rapat  atau  perkumpulan   dan kata  ini  tertulis  dalam  Perjanijian  Baru, yang  kemudian  diterjemahkan  dengan  kata   “sidang”  atau  “sidang jemaat”.  Jemaat  dari  segala  tempat dan  segala  abad, persekutuan segala  orang  percaya sering  juga disebut gereja  yang  tidak kelihatan ( Mat 16:18)

 

Lebih  jauh  Boland dan Niftrik menjelaskan  bahwa  untuk  memahami  apa  arti  gereja,  ada  baiknya  juga  memperhatikan  kata – kata  gereja  dalam  bahasa  eropa, misalnya bahasa Ingris “ Church”, bahasa Belanda “ Kerk” dan bahasa  Jerman “ Kirche”. Kata – kata  ini  berasal  dari  kata  Yunani “ Kyriake”  yang  artinya  menjadi  milik  Tuhan. Yang  dimaksud  milik  Tuhan  adalah orang – orang  yang  percaya  kepada  Yesus  Kristus sebagai  juruselamat. Dengan  demikian  gereja  adalah  persekutuan  orang yang beriman.

 

C.       Sikap  dan  Peran  Gereja  dalam Politik

 

1.      Hubungan  Gereja  dengan  Politik

 

Dari  uraian  sekilas  tentang  politik  dan  Partai politik di atas,  terlihat  bahwa  dalam  tataran  normatif, gereja  sebagai  kumpulan  orang  yang  beriman searah  dengan  cita - cita  yang hendak dibangun oleh politik  yaitu  bagaimana  mewujudkan  kehidupan  bersama dengan  baik, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat. 

 

Kehidupan  orang  Kristen  tidak  terlepas  dari  kehidupan  bersama sebagai  gereja  yang  memiliki  kewajiban, hak  dan  tanggung  jawab  bagi  persekutuan,  demikian  halnya  sebagai  bagian  dari  bangsa tentu  juga  memiliki  serentetan kewajiban, hak  dan  tanggung  jawab  kepada  negara.  Yang  menjadi  persoalan  adalah  bagaimana  orang  kristen  menempatkan posisinya  didalam  situasi dan  kondisi  negara  yang  berbasis  pada  kepentingan  prakmatis (politik ).  Dalam  konteks  inilah, warga  gereja perlu  pemahaman yang  aAkitabiah  tentang  hubungan   gereja  atau  warga  gereja  dengan penguasa (pemerintah).

 

Pada  prinsipnya,  gereja  memahami   bahwa  kehadirannya  adalah  sebagai  garam dan  terang di tengah – tengah dunia ( Mat 5 : 13, 14).  Dasar  inilah  yang  mewarnai  semua  misi, sikap, aktivitas dan pelayanan gereja  dalam berbagai kegiatan  kehidupan  termasuk  dalam  kehidupan  bernegara. Dalam  konteks  pemahaman  ini, kita  dapat  melihat  sikap Tuhan  Yesus   dan  para  Rasul  pada  masanya  masing – masing. Dalam  kehidupan  gereja,  sikap  itu  ada kalanya  berubah  dan  berbeda sesuai  dengan situasi  dan  konteksnya.  Namun  menjadi  garam  dan  terang  dunia tetap  menjadi  dasar  theologis untuk memahami  hubungan  gereja  atau  orang  kristen  dengan negara  pada  masa  kini. Trilogi  panggilan  gereja  di dunia yakni  bersaksi, bersekutu  dan  melayani harus dilakukan  dengan dasar  theologis  yang  benar. Melalui  pemahaman  Alkitabiah hubungan gereja  dengan politik  akan membuka  kesadaran yang  penting,  bahwa  gereja  dan  politik  saling  membutuhkan.

 

Gereja  membutuhkan  politik  dan  politik  membutuhkan  gereja  adalah sebuah  hubungan  yang  wajar  dan harus di jaga  agar  tetap  berada  pada  garis  yang  searah  untuk   menghadirkan  tanda – tanda  kerajaan  Allah  yaitu  terwujudnya  kehidupan  yang  damai  sejahtera. 

 

2.      Peran  Gereja dalam  Politik

 

Mengingat gereja  dan   idealisme politik  memiliki hubungan  yang  erat,  maka pertanyaan  selanjutnya  adalah  bagaimana  wujud  peran  gereja aatau  warga  gereja  itu  dalam aktualitas  perpolitikan .

Menurut  Jim Haris, warga  gereja  memiliki  hak  politik  dan  hak  politik  ini  haruslah  digunakan  untuk kemasyalahatan  umat.  Ada  dua  alasan  menurut  Jim Haris dimana  umat  kristen  haris  memanfaatkan  peran  politiknya, yaitu  Pertama, banyak  warga  gereja  yang  setiap  hari  harus  menghadapi masalah – masalah  sosial, ekonomi  dan  politik. Kebijakan  politik  yang  dibuat  pemerintah  haruslah  dapat  dipenagruhi  agar  bepijak  pada pemecahan  persoalan  klasik  kehidupan umat  manusia  khususnya  di kalangan  warga  gereja.  Peran  seperti  ini  telah  banyak  ditunjukkan  tokoh – tokoh  dalam  Alkitab, seperti  nabi Amos, Nehemia, Daniel  dan  lain lain   yang  telah  banyak  berbicara  tentang  kondisi  politik  pada  masanya.   Keterlibatan  gereja  dalam  politik   merupakan  bentuk  refleksi iman  terhadap  lingkungan sekitarnya.   Kedua,  gereja  harus  membawa  suara  kenabian  . Kenabian  yang  dimaksud  adalah membawa  suara  Allah ke dalam  proses  pembuatan kebijakan, struktur  dan  isu – isu  yang  mengarah pada  kemanusiaan secara  umum.  Gereja  harus  berani  menagtakan  “ setuju” dan “ tidak setuju”  terhadap  kebijakan penguasa.

 

Senada  dengan  pandangan  di atas,  Saputra berpendapat  bahwa  Gereja  bukanlah  lembaga  politik melainkan lembaga  rohani  atau  komunitas spritual. Sekalipun  demikian, gereja  memiliki  tanggung  jawab, tugas dan  misi  politik .  Gereja  terpanggil  untuk   menjadi  nabi, imam  dan  raja, menjadi  saksi  Kristus dalam  berbagai  sendi  kehidupan. Kristus  sendiri  meminta  gereja  untuk  menjadi   terang  dan  garam  bagi  dunia.

Makna  yang  terkandung  dalam pandangan  dia  atas  adalah  bahwa  gereja   harus  mampu  mendidik  umatnya agar  menjadi  sadar   akan  hak  dan tanggung  jawabnya  sebagai  warga  negara   dalam  mewujudkan  kehidupan  yang  baik.

 

Selanjudnya seorang  tokoh  gereja TB. Simatupang menegaskan  bahwa  warga  gereja  harus  turut  berperan dan  berpartisipasi  dalam  kehidupan  politik  secara positif,  Konstruktif, Kritis  dan  Realistis. Posistif  artinya selalu  berusaha memberikan  sumbangsih   yang  bagi  pemerintah. Konstruktif  artinya  warga  gereja  harus  ikut mengambil  bagian  dalam  pembangunan  bangsa. Kritis  artinya  warga  gereja  tidak  boleh  takut atau ciut  dalam  memberikan  masukan  dan  koreksi  bagi  pemerintah  demi  kebaikan  orang  banyak dan  tegaknya kebenaran. Adapun  Realistis  adalah  disatu  sisi  warga  gereja  harus  loyal  dan  taat  sepanjang benar  dan  adil,  tetapi  di sisi  lain  harus  dapat  bersikap  tegas  menolak  berbagai  bentuk  penyimpangan.

 

D.     Strategi  Gereja  dan  Warga  Gereja  dalam  Mewujudkan  Peran  Politiknya  dan  Tantangan  Pemilu  2024

 

1.      Strategi  mewujudkan  peran politik  Gereja

 

Dalam  sistem  demokrasi,  seluruh  saluran  politik  formal  disalurkan  melalui  lembaga  politik  yaitu  Partai  politik . Pada posisi  ini,  jelas Gereja  tidak  dapat berperan  langsung  karena  gereja  bukanlah  lembaga  politik melainkan  lembaga yang  sakral,  indefenden  dan  sesungguhnya  tidak  boleh  masuk  ke dalam domain  permainan politik  praktis.   Namun  demikian, gereja  sebagai  kumpulan  orang  percaya   yang  terhimpun  dalam  lembaga  besar  gereja  memiliki  pengaruh  besar  dalam  menentukan  warna  politik .  Oleh  karena  itu,  tidak sedikit  elit  partai melakukan  pendekatan  kepada  gereja melalui  pejabat  gereja disaat  perhelatan  politik  itu  dilaksanakan.

 

Dalam  kondisi  demikian,  seorang  tokoh gereja Nainggolan menegaskan agar gereja  tidak  terjebak  pada  kesalahan  fatal   yaitu  menjadi  gereja  yang  idiot  atau  immoral . Gereja harus  menjaga  agar keterlibatannya dalam  dunia  politik didasarkan   pada  spritualitas  yang  kokoh  yang  menegaskan  pula  ucapan  Johannes  Leimena  yaitu  politik  etika  untuk  melayani  demi  kebaikan  bangsa.

 

Searah  dengan pandangan di atas, menurut  hemat penulis   peran  gereja  secara praktis dapat  dilakukan dalam  dua  hal, yaitu  Pertama , mendorong  dan  mempersiapkan  kader  gereja  yang  potensial untuk  meraih  posisi  pada  jabatan – jabatan  strategis pada  parlemen  maupun  jabatan eksekutif ( pimpinan  daerah) dan peran kedua   adalah  gereja  berfungsi  sebagai  advisor dalam  memberi  masukan  dan kritik  yang  konstruktif  bagi  pemerintah.

 

Pandangan  ini diharapkan  dapat  menjadi inspirasi bagi  gereja  oleh  karena    dalam  realitasnya  gereja  dewasa  ini  justru  cenderung hanya       menjadi  “penonton“ atau bahkan  menjadi komoditi  politik   untuk  ditawarkan  dalam  sebuah  transaksi politik .

 

2.      Tantangan  Pemilu  Tahun 2024

Pesta  demokrasi  yang  akan  digelar  pada  tahun  2024  masih  tersisah beberapa  bulan namun  eskalasi  politik  mulai  meningkat  dan pergerakan – pergerakan para  calon legislatif  maupun  calon  kepala  daerah  mulai  merambah samapi  ke  pelosok  untuk meraih  dukungan .  Hal  ini  dapat dimaklumi  karena tingkat  kompetisi  antar  caleg  dan  antar  parpor  cukup ketat mengingat jumlah  partai politik  peserta  pemilu 2024 mencapai  18 Parpol dan 6 Partai lokal.   Selain  itu, penetapan  sistem  Pemilu  yang  masih  mengacu  ke  sistem Proporsional  terbuka,   semakin  menciptakan  rivalitas  yang menegangkan.

 

Konsekwensi  dari  ketatnya  persaingan  dalam  Pemilu  2024  maka  baik secara  kelembagaan (Parpol)  maupun  secara  perorangan  akan  menerapkan    strategi  dan  taktik   masing – masing  sekalipun  caranya  tidak  populer  bahkan menyimpang  dari  aturan main dan etika .

 

 

                    Strategi  yang  diperkirakan  masih  akan  muncul  adalah :

1.      Money  politic ( politik  transaksional )

2.      Black campaign  (  kampanye  pembunuhan  karakter )

3.      Politik  identitas 

4.      Penggunaan jasa Buzzer, influencer  dan pemantik huru hara

5.      Manipulasi , kolusi  dan korupsi  lintas  penyelenggara  pemilu

 

E.      Penutup

 

Paper  yang  sederhana  ini  digagas  sebagai  kerangka  berdiskusi   dalam mengurai kompleksitas  demokrasi  yang  berisi sistem  politik  yang   bekerja  dalam  berbagai  proses    ketata negaraan.  Tulisan  ini  tentu  jauh  dari  kesempurnaan,  namun  setidaknya  dapat  menjadi  pengantar  bagi  kita  tntuk  memahami  bagaimana  seharusnya  gereja  dan  warga  gereja  bersikap  dan   berperan  dalam  realitas  politik  kontemporer  bangsa  dan  daerah  kita.

 

Kritik, saran  dan  masukan  tentu  sangat  diharapkan   untuk  penyempurnaan  tulisan  ini.   Sekian  dan  terimah  kasih, Tuhan  Yesus  Memberkati  kita  semua.