GEREJA DALAM PUSARAN DEMOKRASI
( Tinjauan atas Sikap dan Peran Warga Gereja Terhadap Politik )
Oleh
Philipus Palullungan ( Ketua IV BPMK Klasis Mkr 1 GTM)
Disampaikan pada Pembinaan Pejabat Gereja se – Klasis Mkr 1 GTM
Pada Tanggal 28 Juli 2023
A. Pendahuluan
Percakapan atau diskusi tentang politik selalu menarik bagi semua kalangan, tidak hanya terbatas pada kalangan elit, tetapi melibatkan semua kalangan termasuk dikalangan warga gereja. Diskusi pun terjadi mulai dari warung kopi sampai ke gedung – gedung gereja dan tempat - tempat yang mewah termasuk melalui melalui media sosial.
Di kalangan gereja, Politik menarik untuk dipercakapkan karena dua hal, yaitu pertama, Bagi sebagian warga gereja, politik dianggap tidak layak dan tidak etis didiskusikan karena politik itu kotor, penuh siasat, fitnah dan penuh dusta. Di sisi lain, banyak juga warga gereja yang berpendapat bahwa warga gereja justru penting dan harus melibatkan diri dalam politik sebagai bagian dari pelayanan untuk menegakkan etika berpolitik sesuai dengan prinsip – prinsip iman kristen. Kedua, Percakapan politik juga menarik karena Tahun 2024 adalah tahun politik, dimana pada tahun ini Bangsa Indonesia akan melakukan pesta demokrasi elektoral, dimana kita sebagai warga negara akan memilih para pemimpin baik pada jabatan infra struktur politik yaitu para anggota legialatif dari kab/Kota sampai pusat maupun pemilihan pada tingkat Supra struktur kekuasaan dari tingkat Kab/Kota sampai pemilihan Presiden RI.
Bertolak dari kedua alasan di atas, maka penting bagi kita selaku warga gereja yang memiliki hak politik yang diberikan oleh negara untuk bersama – sama menyatukan pemahaman tentang politik, sehingga tidak lagi menjadi polemik dan bias yang dapat menimbulkan kontra produktif bagi pelaanan.
Untuk keperluan pemahaman maka sebelum kita membahas sikap dan peran gereja dalam politik, maka perlu digambarkan sekilas tentang apa yang dimaksud Demokrasi, politik , Partai Politik dan gereja .
B. Sekilas Pengertian Demokrasi, Politik dan Partai Politik
1. Pengertian Demokrasi
Secara etimologi kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, dari kata Demos dan Kratos. Demos artinya rakyat dan Kratos artinya kekuasaan yang mutlak. Dengan demikian demokrasi adalah kekuasaan yang mutlak oleh rakyat.
Menurut C. F. Strong, Demokrasi adalah sitem Pemerintahan dimana mayoritas rakyat yang berusia dewasa turut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan, yang kemudian menjamin pemerintahan mempertanggung jawabkan setiap tindakan dan keputusannya. Selanjutnya, Haris Soche berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat , karenanya dalam kekuasaan pemerintahan, terdapat porsi bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan orang lain atau badan yang bertanggung jawab memerintah. Dari pandangan pakar dia atas dapat disimpulkan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat dimana setiap orang dapat mengambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan bernegara.
Indonesia adalah negara yang memilih sistem Pemerinthan Demokrasi , yang berpijak pada dasar negara, sehingga disebut sistem Demokrasi Pancasila. Demokrasi sebagai pilihan sistem pemerintahan terbaik karena dapat mengakomodir aspirasi dan beragam kepentingan masyarakat dan juga dapat berperan sebagai wadah pengikat Kesepakatan nasional yang harus dihormati dan dijaga oleh seluruh mayarakat. Dengan demikian, Demokrasi Pancasila memberi ruang bagi berbagai perbedaan yang multi etnis, agama, bahasa dan budaya
Demokrasi sebagai corak yang mewarnai seluruh proses – proses kenegaraan akan dipengaruhi kualitasnya oleh Sistem Politik . Sistem Politik Indonesia diartikan sebagi kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan negara yang menyangkut kepentingan umum, termasuk di dalamnya kegiatan Partai Politik dalam menjalankan peran dan fungsinya mengisi jabatan pada tingkat Infra struktur maupun supra Struktur kekuasaan ( Arbi Sanit )
2. Pengertian Politik Dan Partai Politik
Secara etimologi, politik bersal dari bahasa Yunani dari kata “polis” yang artinya negara kota. Menurut Poltak Y.P. Sibarani, politik adalah seni memerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam negara. Pandangan ini disebut sebagai politik dalam praktek atau politik praktis. Selanjutnya Prof. Miriam Budiarjo berpendapat bahwa politik adalah kegiatan dalam negara yang berkaitan proses menentukan tujuan bersama . Kesimpulan adalah bahwa politik itu pada dasarnya menyangkut usaha bersama utuk mewujudkan kebaikan bersama.
Selanjutnya yang dimaksud Partai Politik adalah institusi atau lembaga yang melakukan aktivitas politik dalam sebuah negara demokratis dengan tujuan membentuk, memperjuangkan , mempertahankan atau merebut kekuasaan.
Menurut Sigmund Neuman, Partai politik adalah organisasi dari aktivitas – aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golonghan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Senada dengan itu, Carll J. Friedrick berpendapat bahwa Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan ini memberi manfaat bagi anggota partainya baik yang bersifat ideal maupun material.
Dari batasan diatas terlihat bahwa pengertian politik dalam tataran normatif berubah menjadi prakmatis setelah politik itu dipentaskan atau melembaga ke dalam Partai Politik. Pada titik inilah lahir politik praktis yaitu politik yang yang berjuang untuk kepentingan Partai politik yang kemudian melahirkan persaingan dengan taktik, siasat dan strategi masing – masing Partai politik.
Dalam negara demokratis Partai politik sebagai infra struktur kekuasaan diatur melalui aturan main (regulasi) , mulai dari pendirian partai politik sampai pada aturan berkompetisi lewat wadah Pemilihan Umum ( Pemilu ).
Permasalahan atau tantangan yang dihadapi Indonesia terkait penerapan demokrasi adalah bahwa demokrasi yang dipakai cenderung hanya berfokus pada demokrasi prosedural dan mengabaikan demokrasi substansial. Dalam negara demokrasi, kegiatan politik ini dilakukan oleh Partai Politik secara melembaga.
3. Pengertian Gereja
Menurut Bolan dan Nifrik, Istilah gereja berasal dari bahasa latin “ecclesia” dan bahasa Yunani “ekklesia” yang artinya rapat atau perkumpulan dan kata ini tertulis dalam Perjanijian Baru, yang kemudian diterjemahkan dengan kata “sidang” atau “sidang jemaat”. Jemaat dari segala tempat dan segala abad, persekutuan segala orang percaya sering juga disebut gereja yang tidak kelihatan ( Mat 16:18)
Lebih jauh Boland dan Niftrik menjelaskan bahwa untuk memahami apa arti gereja, ada baiknya juga memperhatikan kata – kata gereja dalam bahasa eropa, misalnya bahasa Ingris “ Church”, bahasa Belanda “ Kerk” dan bahasa Jerman “ Kirche”. Kata – kata ini berasal dari kata Yunani “ Kyriake” yang artinya menjadi milik Tuhan. Yang dimaksud milik Tuhan adalah orang – orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai juruselamat. Dengan demikian gereja adalah persekutuan orang yang beriman.
C. Sikap dan Peran Gereja dalam Politik
1. Hubungan Gereja dengan Politik
Dari uraian sekilas tentang politik dan Partai politik di atas, terlihat bahwa dalam tataran normatif, gereja sebagai kumpulan orang yang beriman searah dengan cita - cita yang hendak dibangun oleh politik yaitu bagaimana mewujudkan kehidupan bersama dengan baik, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat.
Kehidupan orang Kristen tidak terlepas dari kehidupan bersama sebagai gereja yang memiliki kewajiban, hak dan tanggung jawab bagi persekutuan, demikian halnya sebagai bagian dari bangsa tentu juga memiliki serentetan kewajiban, hak dan tanggung jawab kepada negara. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana orang kristen menempatkan posisinya didalam situasi dan kondisi negara yang berbasis pada kepentingan prakmatis (politik ). Dalam konteks inilah, warga gereja perlu pemahaman yang aAkitabiah tentang hubungan gereja atau warga gereja dengan penguasa (pemerintah).
Pada prinsipnya, gereja memahami bahwa kehadirannya adalah sebagai garam dan terang di tengah – tengah dunia ( Mat 5 : 13, 14). Dasar inilah yang mewarnai semua misi, sikap, aktivitas dan pelayanan gereja dalam berbagai kegiatan kehidupan termasuk dalam kehidupan bernegara. Dalam konteks pemahaman ini, kita dapat melihat sikap Tuhan Yesus dan para Rasul pada masanya masing – masing. Dalam kehidupan gereja, sikap itu ada kalanya berubah dan berbeda sesuai dengan situasi dan konteksnya. Namun menjadi garam dan terang dunia tetap menjadi dasar theologis untuk memahami hubungan gereja atau orang kristen dengan negara pada masa kini. Trilogi panggilan gereja di dunia yakni bersaksi, bersekutu dan melayani harus dilakukan dengan dasar theologis yang benar. Melalui pemahaman Alkitabiah hubungan gereja dengan politik akan membuka kesadaran yang penting, bahwa gereja dan politik saling membutuhkan.
Gereja membutuhkan politik dan politik membutuhkan gereja adalah sebuah hubungan yang wajar dan harus di jaga agar tetap berada pada garis yang searah untuk menghadirkan tanda – tanda kerajaan Allah yaitu terwujudnya kehidupan yang damai sejahtera.
2. Peran Gereja dalam Politik
Mengingat gereja dan idealisme politik memiliki hubungan yang erat, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana wujud peran gereja aatau warga gereja itu dalam aktualitas perpolitikan .
Menurut Jim Haris, warga gereja memiliki hak politik dan hak politik ini haruslah digunakan untuk kemasyalahatan umat. Ada dua alasan menurut Jim Haris dimana umat kristen haris memanfaatkan peran politiknya, yaitu Pertama, banyak warga gereja yang setiap hari harus menghadapi masalah – masalah sosial, ekonomi dan politik. Kebijakan politik yang dibuat pemerintah haruslah dapat dipenagruhi agar bepijak pada pemecahan persoalan klasik kehidupan umat manusia khususnya di kalangan warga gereja. Peran seperti ini telah banyak ditunjukkan tokoh – tokoh dalam Alkitab, seperti nabi Amos, Nehemia, Daniel dan lain lain yang telah banyak berbicara tentang kondisi politik pada masanya. Keterlibatan gereja dalam politik merupakan bentuk refleksi iman terhadap lingkungan sekitarnya. Kedua, gereja harus membawa suara kenabian . Kenabian yang dimaksud adalah membawa suara Allah ke dalam proses pembuatan kebijakan, struktur dan isu – isu yang mengarah pada kemanusiaan secara umum. Gereja harus berani menagtakan “ setuju” dan “ tidak setuju” terhadap kebijakan penguasa.
Senada dengan pandangan di atas, Saputra berpendapat bahwa Gereja bukanlah lembaga politik melainkan lembaga rohani atau komunitas spritual. Sekalipun demikian, gereja memiliki tanggung jawab, tugas dan misi politik . Gereja terpanggil untuk menjadi nabi, imam dan raja, menjadi saksi Kristus dalam berbagai sendi kehidupan. Kristus sendiri meminta gereja untuk menjadi terang dan garam bagi dunia.
Makna yang terkandung dalam pandangan dia atas adalah bahwa gereja harus mampu mendidik umatnya agar menjadi sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam mewujudkan kehidupan yang baik.
Selanjudnya seorang tokoh gereja TB. Simatupang menegaskan bahwa warga gereja harus turut berperan dan berpartisipasi dalam kehidupan politik secara positif, Konstruktif, Kritis dan Realistis. Posistif artinya selalu berusaha memberikan sumbangsih yang bagi pemerintah. Konstruktif artinya warga gereja harus ikut mengambil bagian dalam pembangunan bangsa. Kritis artinya warga gereja tidak boleh takut atau ciut dalam memberikan masukan dan koreksi bagi pemerintah demi kebaikan orang banyak dan tegaknya kebenaran. Adapun Realistis adalah disatu sisi warga gereja harus loyal dan taat sepanjang benar dan adil, tetapi di sisi lain harus dapat bersikap tegas menolak berbagai bentuk penyimpangan.
D. Strategi Gereja dan Warga Gereja dalam Mewujudkan Peran Politiknya dan Tantangan Pemilu 2024
1. Strategi mewujudkan peran politik Gereja
Dalam sistem demokrasi, seluruh saluran politik formal disalurkan melalui lembaga politik yaitu Partai politik . Pada posisi ini, jelas Gereja tidak dapat berperan langsung karena gereja bukanlah lembaga politik melainkan lembaga yang sakral, indefenden dan sesungguhnya tidak boleh masuk ke dalam domain permainan politik praktis. Namun demikian, gereja sebagai kumpulan orang percaya yang terhimpun dalam lembaga besar gereja memiliki pengaruh besar dalam menentukan warna politik . Oleh karena itu, tidak sedikit elit partai melakukan pendekatan kepada gereja melalui pejabat gereja disaat perhelatan politik itu dilaksanakan.
Dalam kondisi demikian, seorang tokoh gereja Nainggolan menegaskan agar gereja tidak terjebak pada kesalahan fatal yaitu menjadi gereja yang idiot atau immoral . Gereja harus menjaga agar keterlibatannya dalam dunia politik didasarkan pada spritualitas yang kokoh yang menegaskan pula ucapan Johannes Leimena yaitu politik etika untuk melayani demi kebaikan bangsa.
Searah dengan pandangan di atas, menurut hemat penulis peran gereja secara praktis dapat dilakukan dalam dua hal, yaitu Pertama , mendorong dan mempersiapkan kader gereja yang potensial untuk meraih posisi pada jabatan – jabatan strategis pada parlemen maupun jabatan eksekutif ( pimpinan daerah) dan peran kedua adalah gereja berfungsi sebagai advisor dalam memberi masukan dan kritik yang konstruktif bagi pemerintah.
Pandangan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi gereja oleh karena dalam realitasnya gereja dewasa ini justru cenderung hanya menjadi “penonton“ atau bahkan menjadi komoditi politik untuk ditawarkan dalam sebuah transaksi politik .
2. Tantangan Pemilu Tahun 2024
Pesta demokrasi yang akan digelar pada tahun 2024 masih tersisah beberapa bulan namun eskalasi politik mulai meningkat dan pergerakan – pergerakan para calon legislatif maupun calon kepala daerah mulai merambah samapi ke pelosok untuk meraih dukungan . Hal ini dapat dimaklumi karena tingkat kompetisi antar caleg dan antar parpor cukup ketat mengingat jumlah partai politik peserta pemilu 2024 mencapai 18 Parpol dan 6 Partai lokal. Selain itu, penetapan sistem Pemilu yang masih mengacu ke sistem Proporsional terbuka, semakin menciptakan rivalitas yang menegangkan.
Konsekwensi dari ketatnya persaingan dalam Pemilu 2024 maka baik secara kelembagaan (Parpol) maupun secara perorangan akan menerapkan strategi dan taktik masing – masing sekalipun caranya tidak populer bahkan menyimpang dari aturan main dan etika .
Strategi yang diperkirakan masih akan muncul adalah :
1. Money politic ( politik transaksional )
2. Black campaign ( kampanye pembunuhan karakter )
3. Politik identitas
4. Penggunaan jasa Buzzer, influencer dan pemantik huru hara
5. Manipulasi , kolusi dan korupsi lintas penyelenggara pemilu
E. Penutup
Paper yang sederhana ini digagas sebagai kerangka berdiskusi dalam mengurai kompleksitas demokrasi yang berisi sistem politik yang bekerja dalam berbagai proses ketata negaraan. Tulisan ini tentu jauh dari kesempurnaan, namun setidaknya dapat menjadi pengantar bagi kita tntuk memahami bagaimana seharusnya gereja dan warga gereja bersikap dan berperan dalam realitas politik kontemporer bangsa dan daerah kita.
Kritik, saran dan masukan tentu sangat diharapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Sekian dan terimah kasih, Tuhan Yesus Memberkati kita semua.