Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Penulis dapat menyelesaikan makalah individu yang berjudul Privatisasi BUMN di Indonesia. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah Administrasi Perusahaan Negara / Daerah. Penulis menganggap judul ini menarik untuk dibahas karena semakin banyaknya BUMN yang diprivatisasi dan pada beberapa BUMN yang sudah diprivatisasi ternyata menyebabkan Pemerintah tidak memiliki saham di BUMN tersebut (kepemilikan 0%). Dan kebanyakan privatisasi BUMN disusupi kepentingan para pejabat publik yang berkuasa saat BUMN diprivatisasi terjadi. Selain itu ada banyak pendapat pro dan kontra tetang privatisasi BUMN ini. Penulis berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan pembaca sekalian. Bila ada kata-kata yang kurang berkenan dalam penyusunan makalah ini, Penulis mohon dimaafkan. Atas perhatian Penulis mengucapkan terima kasih.
Makassar, Juni 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang Penulisan
Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama yaitu :
1. Tujuan yang bersifat ekonomi maksudnya didirikan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu
2. Tujuan yang bersifat sosial maksudnya didirikan untuk menciptakan lapangan kerja dan membangkitkan perekonomian lokal dengan jalan mengikutsertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha.
Latar belakang dilakukannya privatisasi BUMN di Indonesia antara lain :
1. Inefisiensi, kelebihan karyawan, dan produktifitas pegawai BUMN yang rendah
2. Kualitas barang dan jasa yang dihasilkan BUMN rendah
3. BUMN mengalami rugi berkelanjutan dan utang yang meningkat
4. BUMN tidak responsif terhadap kebutuhan publik
5. BUMN mengalami keterbatasan dana untuk memenuhi kebutuhan modal investasi
6. Integrasi vertikal pada BUMN dilakukan secara berlebihan
7. BUMN memiliki banyak tujuan dan saling bertenntangan
8. Misi BUMN salah arah dan tidak relevan
9. BUMN tidak memanfaatkan aset secara optimal
10. Adanya praktek ilegal, pencurian, dan KKN dalam BUMN.
Negara |
Alasan Penerapan Kebijakan Privatisasi BUMN |
Inggris |
Melindungi masyarakat karena adanya monopoli oleh negara |
Jepang |
Mengembangkan industri dalam negeri |
Negara berkembang |
Menutup kekosongan kas negara atau mengurangi defisit anggaran belanja negara |
Privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Selain itu, penulis ingin mengetahui apakah dengan privatisasi, kinerja BUMN meningkat atau tidak mengalami perubahan. Oleh sebab itu, penulis tertarik menulis tentang privatisasi BUMN di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Privatisasi
Hubert Neiss (Indian Express Newspaper, 1998) pada wawancaranya dengan Reuters Television memberikan definisi atas privatisasi yaitu pergerakan di muka tetapi pihak yang melakukan privatisasi harus menantikan beberapa kesulitan dalam pelaksanaanya. Selain itu, suasana ekonomi dunia saat ini tidak begitu baik untuk dilakukan privatisasi secara cepat. E. Savas (Privatization The Key to better government, 1987) mendefinisikan privatisasi yaitu pengurangan peran pemerintah atau peningkatan peran sektor privat /swasta baik dalam suatu aktifitas maupun dalam pemilikan jumlah aset. Ernst and Young (John Willey & Sons, Inc., 1994) mendefinisikan privatisasi yaitu suatu hal yang lebih dari sekedar menjual saham publik dengan harga yang disepakati: perpindahan atau penjualan aset, organisasi, fungsi dan aktifitas publik kepada sektor swasta. Hal ini berarti yang dilakukan adalah penjualan aset pribadi yang ditawarkan, pelaksanaan privatisasi juga dapat dilaksanakan dengan melakukan kerjasama berupa penanaman modal swasta dan publik, pemberian hak khusus, produk, manajemen penyusutan termasuk di dalamnya beberapa instrumen khusus seperti halnya perjanjian bangun, operasi, dan transfer (BOT). Peacock (1930), mendefinisikan privatisasi adalah pengalihan hak milik industri negara kepada swasta yang mencakup perubahan dari dalam ke luar, dimana terdapat kontrak pembelian dan jasa pemerintahan. Dunleavy (1980), mendefinisikan privatisasi adalah pengalihan secara permanen produksi barang dan jasa yang semula dilaksanakan oleh perusahaan milik negara kepada swasta, organisasi non publik atau lembaga swadaya masyarakat melalui penjualan saham. Company Act (1980), mendefinisikan privatisasi adalah penjualan saham negara sebesar minimal 50% kepada swasta. Clementi (1980) mendefinisikan privatisasi adalah pemindahan kepemilikan perusahaan sektor publik ke swasta, liberalisasi aktivitas kompetisi, menghapus fungsi tertentu yang dilakukan oleh sektor publik secara bersamaan, serta mengurangi jasa sektor publik yang tidak memunyai nilai manfaat. Pirie (1980), mendefinisikan privatisasi adalah berpindahnya aset produksi barang dan jasa sektor publik ke sektor swasta sesuai dengan mekanisme pasar. Keterlibatan sektor swasta dalam proses produksi dan jasa sektor publik harus diatur sedemikian rupa melalui regulasi yang tepat. Menurut Kepres No. 122 tahun 2001, privatisasi adalah pengalihan atau penyerahan sebagian kontrol atas sebuah BUMN kepada swasta antara lain melalui cara penawaran umum, penjualan saham secara langsung kepada mitra strategis, penjualan saham perusahaan kepada karyawan, dan atau cara-cara lain yang dipandang tepat.
Dalam masyarakat internasional ada empat komponen privatisasi yang dianut antara lain :
- Peralihan dari sistem bukan pasar ke sistem pasar.
- Privatisasi produksi tanpa dilakukan privatisasi keuangan yang berarti kerjasama dengan sektor swasta dalam melakukan kegiatan produksi misalnya dengan menjalankan BOT atas aset swasta.
- Denasionalisasi yang ditandai penjualan BUMN/pengalihan kepemilikan BUMN kepada swasta.
- Privatisasi sebagai liberalisasi.
2 Dasar Hukum Privatisasi
1. UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN (pasal 74-84)
2. PP No. 33 tahun 2005 jo PP No. 59 tahun 2009 tentang tata cara privatisasi perusahaan perseroan (Persero)
3. Keputusan Presiden No. 18 tahun 2006 tentang Pembentukan komite privatisasi perusahaan perseroan (Persero)
4. Peraturan Menteri BUMN No. PER-01/MBU/2010 tentang cara privatisasi, penyusunan program tahunan privatisasi, dan penunjukan lembaga dan atau profesi penunjang serta profesi lainnya
3 Tujuan Privatisasi
Tujuan privatisasi dalam jurnal Agus Raharyo berjudul Dilema Privatisasi BUMN, 2003 antara lain:
1. Meningkatkan efisiensi BUMN. Berbagai proteksi masa lalu dan intervensi yang berlebihan, ternyata mempengaruhi kebebasan berkompetisi.
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik dengan indikatornya dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat dengan mempertimbangkan kualitas, kuantitas, biaya atau prioritas lainnya.
3. Mengurangi serta melepaskan campur tangan langsung pemerintah.
Menurut Ernst (1994), tujuan privatisasi dari perspektif kebijakan publik antara lain : Kebijakan fiskal; melakukan Demoraktisasi kepemilikan; Mengurangi dominasi kelompok usaha; serta Menghapuskan sosialisme dan kolektifisme. Tujuan privatisasi dari perspektif ekonomi yaitu mewujudkan kebebasan ekonomi dan kepentingan konsumen dan meningkatkan efisiensi. Tujuan privatisasi dari perspektif internal manajemen perusahaan antara lain : Memperoleh investor strategis sehingga dapat memacu kinerja manajemen terkait kemampuan teknis, marketing dan manajerial; Memperoleh aliran kas masuk untuk kepentingan embangunan infrastruktur telekomunikasi; Akselerasi akses teknologi telekomunikasi dan metode pengoperasiannya; serta Mewujudkan keterbukaan perusahaan yang dapat mempercepat proses perubahan dan meminimalkan pengaruh birokrasi. Sedangkan menurut Key Bishop dan Mayer (1995), tujuan privatisasi meliputi tujuan keuangan, tujuan informasi; dan tujuan pengendalian. Menurut pasal 74 UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, tujuan privatisasi BUMN antara lain memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero; menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat; meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMN; menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global; serta menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
4 Arah Kebijakan Privatisasi
Menurut UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, arah kebijakan privatisasi BUMN antara lain :
1. Privatisasi diarahkan lebih utama untuk mendukung pengembangan BUMN dengan metode utama melalui penawaran umum di pasar modal. Selain itu, untuk lebih mendorong penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), mengkondisikan budaya berinvestasi masyarakat, di antaranya dengan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada calon investor untuk membangun basis investor lokal dan domestik yang knowledgable.
2. Privatisasi melalui pasar modal akan terus dilakukan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan transparansi dan kontrol publik, independensi, serta kinerja BUMN, alokasi saham diprioritaskan dengan porsi yang lebih besar kepada investor dalam negeri (lokal), tetap mempertahankan kepemilikan mayoritas Pemerintah.
3. Privatisasi di luar penawaran lewat pasar modal akan dilakukan sangat selektif dan hati-hati.
5 Manfaat Privatisasi
Dilihat dari skala ilmu ekonomi, manfaat privatisasi terbagi menjadi dua yaitu :
1. Manfaat privatisasi pada skala makroekonomi yaitu membantu pemerintah memperoleh dana pembangunan dan mendorong pasar modal dalam negeri.
2. Manfaat privatisasi pada skala mikroekonomi antara lain restrukturisasi modal; keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan; peningkatan efisiensi dan produktifitas; serta perubahan budaya perusahaan.
Dilihat dari aktor pelakunya, manfaat privatisasi terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Manfaat privatisasi bagi perusahaan antara lain mempercepat penerapan GCG; sumber dana baru untuk pertumbuhan; dan privatisasi melalui strategic sale diharapkan terjadi pengembangan pasar, alih teknologi, dan networking.
2. Manfaat privatisasi bagi negara antara lain memperkuat pasar modal; sumber penerimaan APBN melalui divestasi BUMN; serta perbaikan iklim investasi dan pengembangan sektor riil.
3. Manfaat privatisasi bagi masyarakat antara lain memperluas kepemilikan (melalui IPO); pertumbuhan BUMN akan menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kualitas jasa & produk; serta meningkatkan partisipasi kontrol masyarakat.
6 Metode Privatisasi
Beberapa metode atau model Privatisasi yang dilakukan suatu negara antara lain :
1. Penawaran saham BUMN kepada publik (public sharing of shares)
Pemerintah menjual sebagian atau seluruh saham BUMN yang nantinya menjadi perusahaan publik. Misalnya : Jaguar, Malaysia Air Lines, Singapore Air Lines, dan Japan Air Lines
2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of shares)
Pemerintah menjual sebagian atau seluruh saham kepemilikannya di BUMN kepada pembeli atau pembeli dalam bentuk kelompok pada tanggal yang telah diidentifikasi. Misalnya : Electric Power Company, Bank of New Zealand, dan Hotel Ulysee.
3. Penjualan aktiva BUMN kepada swasta (Sale of government or state owned enterprise assets).
Pemerintah menjual aktiva langsung maupun aktiva utama BUMN. Misalnya : Panofor, Jamaica Broadcasting, dan Banco de Colombia.
4. Reorganisasi BUMN menjadi beberapa unit usaha (Reorganization or break up into component parts).
Pemerintah mereorganisasi atau memecah-mecah BUMN menjdi beberapa unit usaha atau menjadikan BUMN holding company dengan beberapa anak cabang. Misalnya : Sonidep, Port Kelang, Sugar Corporation, Matra, dan SSI.
5. Penambahan investasi baru dari sektor swasta ke dalam BUMN (New private investment in an State owned enterprise).
Pemerintah menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau ekspansi. Misalnya: Senegambia Hotel, Lufthansa, dan Zambia Breweris.
6. Pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan (management/employee buyout)
Pemerintah mengambil alih/mengakuisisi pengendalian atau kekuasaan BUMN. Misalnya : Icelandair, NUI/IRi, dan Unipart.
7. Kontrak sewa dan kontrak manajemen (lease and management contract)
BUMN mengadakan kontrak kontrak manajemen, teknologi, dan tenaga terampil dengan pihak swasta untuk menangani aktiva milik BUMN sampai periode tertentu. Misalnya : Air Pasific, Cataract Hotel, National Park Facilities, National Milk Board.
Dewi Hanggraeni dalam artikel dalam Manajemen Usahawan Indonesia No. 6 Tahun 2009 berjudul Apakah privatisasi BUMN solusi yang tepat dalam meningkatkan kinerja, menyatakan bahwa pilihan model privatisasi mana yang sesuai dengan iklim perekonomian, politik dan sosial budaya Indonesia haruslah mempertimbangkan faktor-faktor seperti ukuran nilai privatisasi; kondisi kesehatan keuangan minimal tiga tahun terakhir; waktu yang tersedia bagi BUMN untuk melakukan privatisasi; kondisi pasar; status BUMN (go public atau belum); dan rencana jangka panjang masing-masing BUMN.
7 Tata cara Privatisasi
Privatisasi dilakukan dengan cara seperti yang sudah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2010 tentang Cara Privatisasi, Penyusunan Program Tahunan Privatisasi, dan Penunjukan Lembaga dan/atau Profesi Penunjang Serta profesi lainnya antara lain dengan cara :
a. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal yang berlaku Penjualan saham berdasarkan ketentuan Pasar Modal dilakukan apabila memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, termasuk ketentuan di bidang pasar modal. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering/ Go Public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas, serta penjualan saham pada mitra strategis (Direct Placement) bagi BUMN yang telah terdaftar di bursa.
b.
Penjualan saham secara
langsung kepada para investor
Penjualan saham langsung kepada investor adalah penjualan saham kepada mitra
strategis (Direct Placement) atau kepada investor lainnya termasuk Financial
Investor yang dapat dilakukan oleh Persero kepada mitra strategis (direct
placement), investor lainnya, dan investor finansial (khusus berlaku bagi saham
BUMN yang belum terdaftar di bursa).
c. Penjualan saham kepada manajemen
dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan
Privatisasi dengan cara penjualan saham kepada manajemen (Management Buy Out/
MBO) dan/atau karyawan (Employee Buy Out/EBO) Persero dapat dilakukan dengan
penjualan sebagian besar atau seluruh saham langsung kepada manajemen dan/atau
karyawan Persero yang bersangkutan. Dalam hal mereka tidak dapat membeli
sebagian besar atau seluruh saham Persero, maka penawaran dilakukan dengan
mempertimbangkan kemampuan yang bersangkutan.
8 Perjalanan Privatisasi di Indonesia
PRIVATISASI ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEHARTO
Dalam waktu kurang dari setahun, privatisasi BUMN oleh Presiden Soeharto mencapai Rp >9 triliun. Privatisasi melalui pola asal jual atau jual cepat pada operator pelabuhan (Pelindo II dan Pelindo III) dilakukan membuat dua anak perusahaan. Privatisasi pelabuhan peti kemas Tanjung Perak yang dimenangkan oleh Huchinson & Whampoa Hongkong milik konglomerat Hongkong Li Kha Sing secara politis dan bisnis dilakukan secara optimal sehingga membesarkan Indonesia dan menjadi pesaing Singapura. Privatisasi pada Telkom dilakukan hanya sebesar 7% dengan harga sama dengan harga jual perdana dalam US dolllar. Secara umum, privatisasi pada masa reformasi BUMN lebih berhasil dengan tiga indikator utama yaitu tidak asal privatisasi, harga jual optimum, dan memperoleh mitra paling strategis.
PRIVATISASI ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN WAHID
Program privatisasi BUMN dilanjutkan pada masa Presiden Wahid. Pada masa ini, BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk diprivatisasi melalui pasar modal. Pada tahun 2000, Menteri Rozy Munir menyusun master plan BUNN dan salah satu agendanya yaitu privatisasi untuk tahun 2000 yang ditargetkan mencapai Rp 6,5 triliun.
Tabel 2.5 Rencana Privatisasi Era Rozy Munir (Wahid-Mega)
No |
BUMN |
Usaha |
Persentase Pemerintah |
Persentase dijual |
Target |
Metode |
1 |
Tambang Batubara Bukit Asam |
Tambang |
100 |
10-35 |
Nov 2000 |
IPO/Strategic Sales |
2 |
Perkebunan Nusantara IV |
Perkebunan |
100 |
10-35 |
Juli 2000 |
IPO |
3 |
Indonesia Farmasi |
Farmasi |
100 |
10-49 |
Agustus 2000 |
IPO |
4 |
Pupuk Kalimantan Timur |
Pupuk |
100 |
10-49 |
September 2000 |
IPO/Strategic Sales |
5 |
Perkebunan Nusantara III |
Perkebunan |
100 |
10-49 |
September 2000 |
IPO/Strategic Sales |
6 |
Aneka Tambang |
Tambang |
100 |
14 |
Oktober 2000 |
IPO/Strategic Sales |
7 |
Angkasa Pura II |
Bandar Udara |
100 |
49 |
Juli/Agustus 2000 |
IPO/Strategic Sales |
8 |
Kimia Farma |
Farmasi |
100 |
49 |
Juli |
IPO/Strategic Sales |
9 |
Sucofindo |
Surveyor |
100 |
10-20 |
September 2000 |
IPO/Strategic Sales |
10 |
Kerta Niaga |
Perdagangan |
100 |
100 |
Agustus 2000 |
IPO/Strategic Sales |
Sumber : Masterplan 2000 SOE Reform, The office of the investment and SOE, Mei 2000
Masterplan ini kurang mendapat perhatian di lingkungan pemerintah maupun BUMN, mungkin karena adanya keterbatasan waktu dan beratnya tantangan serta Rozy Munir yang dinilai belum mampu melakukan privatisasi BUMN. Tidak beberapa lama kemudian Presiden Wahid membubarkan kantor Meneg BUMN dan mengembalikannya ke Depkeu di bawah Ditjen Pembinaan BUMN dimana pejabatnya saat itu Nyoman Tjager. Tahun 2000, Beliau merancang target yang harus dicapai oleh BUMN pada tahun 2000 antara lain 107 dari 137 BUMN berada dalam kondisi sehat; penjualan mencapai Rp 169,253 miliar; laba bersih mencapai Rp 13,336 miliar; aset mencapai Rp 861,520 miliar; modal mencapai Rp 250,941 miliar; dividen mncapai Rp 5,334 miliar; menyerap tenaga kerja mencapai 803,5 orang; privatisasi 8 BUMN (PT Semen Gresik, PT Indosat, PT Telkom, PT BNI, PT Aneka Tambang, Pelindo II, dan Pelindo III). sementara target tahun 2001 antara lain penjualan mencapai Rp 199,645 miliar; laba bersih mencapai Rp 20,186 miliar, aset mecapai Rp 845,186 miliar, modal mencapai Rp 249,232 miliar; dividen mncapai Rp 8,074 miliar; menyerap tenaga kerja mencapai 822,288 orang; privatisasi 16 BUMN (Indofarma, Kimia Farma, Pupuk Kaltim, Wisma Nusantara, Sucofindo, Perkebunan Nusantara III, Sarinah, Sucofndo, Tambang Bukit Asam, Krakatau Steel, Bank Mandiri, Angkasa Pura II, Indosemen, Semen Gresik, Telkom, dan Indosat). Jadi masa Nyoman Tjager, ada 2 BUMN yang diprivatisasi melalui IPO yaitu PT Indofarma (20%) dan PT Kimia Farma (10%).
PRIVATISASI ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN MEGAWATI
Tabel 2.6 Rencana Privatisasi Era Laksamana Sukardi (Megawati-Hamzah)
No |
BUMN |
Bidang Usaha |
Kepemilikan Pemerintah |
Metode Privatisasi |
|
Carry over 2001 |
|
||
1 |
Indo Farma |
Farmasi |
80,93 |
SS |
2 |
Kimia Farma |
Farmasi |
90,3 |
SS |
3 |
Wisma Nusantara |
Properti |
41,99 |
SS |
4 |
Indosat |
Telekomunikasi |
65 |
SS/AGT |
5 |
Bank Mandiri |
Perbankan |
100 |
IPO |
6 |
Indosemen |
Semen |
16,87 |
SO |
7 |
Tambang Bukit Asam |
Tambang |
100 |
SS/IPO |
8 |
Bandara Soekarno Hatta |
Manajemen Airport |
100 |
SS |
9 |
Semen Gresik |
Semen |
65 |
SS |
|
Carry over 2002 |
|
|
|
1 |
Angkasa Pura II |
Manajemen Airport |
100 |
SS/IPO |
2 |
Atmindo |
Permesinan |
36,6 |
SS |
3 |
Cambrics |
Tekstil |
52,79 |
SS |
4 |
Cipta Niaga |
Perdagangan |
100 |
SS/IPO |
5 |
Danareksa |
Keuangan |
100 |
SS/IPO |
6 |
Industri Gelas |
Gelas |
64 |
SS |
7 |
Intirub |
Ban |
9,9 |
SS |
8 |
Rekayasa Industri |
Konsultan/Kontraktor |
4,97 |
SS |
9 |
Indah Karya |
Konsultan/Kontraktor |
100 |
EMBO/SS |
10 |
Yodya Karya |
Konsultan/Kontraktor |
100 |
EMBO/SS |
11 |
Jakarta Int. Hotel & Dev |
Hotel |
3,3 |
SO |
12 |
Kertas Blabak |
Kertas |
1,6 |
SS |
13 |
Kertas Padalarang |
Kertas |
40 |
SS |
14 |
Kertas Basuki Rahmat |
Kertas |
2 |
SS |
15 |
Rukindo |
Pengerukan |
100 |
SS |
Sumber : Masterplan 2000 SOE Reform, The office of the investment and SOE, Mei 2000
Keterangan :
SS = strategic sales AGT = accelerated global tender
SO = second offer IPO = initial offer
EMBO = employee management buy out
Pada masa Meneg BUMN Laksamana Sukardi, sepanjang tahun 2003 Pemerintah telah melakukan privatisasi terhadap 5 BUMN yaitu PT Bank Mandiri, PT Indosat, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Indocement, PT Perusahaan Gas Negara, serta 5 BUMN Karya dengan hasil privatisasi sebesar Rp 7,3 triliun. Namun ada 1 privatisasi yang mengundang kritik tajam yaitu 41,94% divestasi saham PT Indosat melalui strategic sales yang menghasilkan Rp 5,62 triliun. Pertama dianggap terlalu mengejar target privatisasi. Kedua, penjualan aset Indosat tidak mampu mencapai harga jual perdana US$ 32,02 per lembar saham (Rp 30.000/lembar saham). Ketiga, ada perhitungan aset yang dipertanyakan. Sebelumnya Indosat mengambil alih Deutsche Telekom di Satelindo sebesar Rp US$ 325 juta. Dengan melepas 41,94% saham sebesar Rp 5,62 triliun, total aset Indosat Rp 13 triliun. Jika dikonversikan dalam dollar dengan kurs Rp 9.000/dollar, 100% saham Indosat hanya sebesar US$ 1,5 miliar saja. Jadi cuma ada selisih US$ 0,4 miliar dari 100% saham Satelindo. Keempat, STT yang mengambil alih Indosat adalah anak perusahaan Temasek yaitu Singapore Telecom (Singtel) yang menguasai 35% saham Telkomsel. Jadi secara strategis, Indonesia telah ‘kecolongan’. Dengan pengambilalihan itu, Singapura melalui BUMNnya relatif menguasai industri 2 jasa layanan telekomunikasi sellular di Indonesia (Satelindo dan Telkomsel) yang menguasai 70% pangsa pasar.
PRIVATISASI ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN YUDHOYONO
Pada era Sugiharto tidak ada BUMN yang diprivatisasi karena lebih fokus merestrukturisasi internal BUMN seperti penggantian para CEO BUMN, CSR, dan implementasi GCG untuk transparansi nmanajemen BUMN. Namun beliau mengakui bahwa BUMN masih sering diintervensi oleh para pemangku kepentingan dan banyak praktik KKN di BUMN. Sugihartomengemukakan bahwa persyaratan untuk meningkatkan kinerja BUMN yaitu pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada perusahaan swasta dan BUMN; percepatan restrukturisasi utang rekening dana investasi (RDI); pemberlakuan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, UU No. 1 tahun 1999 tentang Perseroan Terbatas, dan UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal; serta menciptakan sinergi antar BUMN. Kebijakan privatisasi Indosat menyisakan masalah Cross-ownership yang dilakukan Temasek justru menjadi ajang monopoli di Indonesia yang tidak sesuai UU No. 5 tahun 1999 tentang anti monopoli. Dengan diakuisisinya Indosat dan Telkomsel oleh Temasek, keamanan informasi militer dan ekonomi terancam. Tanpa disadari semangat privatisasi tidak menjadi value-added bagi kepentingan Bangsa Indonesia. Kementerian Negara BUMN mengajukan kembali 10 BUMN (melebihi target program tahunan) kepada komite privatisasi pada tahun 2007 karena Menteri Sofyan Djalil ingin BUMN terutama yang memiliki kinerja baik menjadi perusahaan terbuka meskipun masih sedikit perusahaan yang masuk ke pasar modal untuk memperkuat permodalan BUMN itu dan memperbesar ukuran serta kedalaman pasar modal dalam negeri. 15 BUMN yang masuk daftar tahunan privatisasi 2007 yaitu PT Jasa Marga, PT BNI, PT Wijaya Karya, PT Garuda Indonesia, PT Merpati, PT Industri Soda Indonesia, PT Iglas, PT Cambrics Primisima, PT Jakarta International Hotel & Development, PT Atmindo, PT Intirub, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri, PT Kertas Blabak, dan PT Kertas Basuki Rahmat. Hampir seluruh hasil privatisasi itu kecuali yang bersumber dari divestasi 15% saham pemerintah di BNI digunakan untuk kepentingan Persero terkait.
9 Dampak Privatisasi
Dampak privatisasi dilakukan dengan membandingkan kondisi sebelum privatisasi dan setelah privatisasi. Adapun lingkup kajian/perbandingan dalam makalah ini mencakup beberapa aspek yaitu: (i) Kinerja keuangan BUMN; (ii) Ekonomi makro, berupa (a) Nilai tambah agregat, yaitu mengkaji perubahan nilai tambah netto baik langsung maupun tidak langsung; (b) Tenaga kerja, yaitu mengkaji perubahan jumlah tenaga kerja baik langsung/internal BUMN maupun tidak langsung/di luar BUMN (c) Gaji dan upah, yaitu mengkaji perubahan gaji dan upah baik langsung/internal BUMN maupun tidak langsung/di luar BUMN; (d) Surplus sosial, yaitu mengkaji perubahan pajak, dividen, laba ditahan, bantuan/kegiatan sosial;(e) Anggaran Pemerintah, yaitu mengkaji perubahan penerimaan bersih pemerintah diluar hasil penjualan saham. Penerimaan pemerintah difokuskan pada subsidi, pinjaman pemerintah, dan besarnya pajak; (f) Tabungan dan konsumsi, yaitu mengkaji perubahan tabungan dan konsumsi.
Saham PT Perusahaan Gas Negara (didirikan sesuai PP No. 27 Tahun 1984) telah dicatatkan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan kode transaksi perdagangan “PGAS”. Dengan diberlakukannya UU Migas No. 22 tahun 2001 maka kegiatan usaha hilir gas bumi tidak dimonopoli lagi oleh PT Perusahaan Gas Negara. Pada tabel di bawah ini ditunjukkan kinerja keuangan sebelum dan setelah privatisasi :
Tabel 2.7 Perbandingan antara Indikator dan bobot penilaian aspek keuangan BUMN sesuai KEP-100/MBU/2002 dengan Kondisi Nyatanya di PT Perusahaan Gas Negara
Indikator |
Bobot sesuai KEP-100/MBU/2002 |
Bobot sesuai kondisi nyata di PT Perusahaan Gas Negara |
||
Infra |
Non Infra |
3 tahun Sebelum Privatisasi 2003 |
Periode 2004-2006 |
|
ROE |
15 |
20 |
44 |
58 |
ROI |
10 |
15 |
45 |
45 |
Cash Ratio |
3 |
5 |
15 |
15 |
Current Ratio |
4 |
5 |
15 |
15 |
Collection Period |
4 |
5 |
15 |
15 |
Perputaran Persediaan |
4 |
5 |
15 |
15 |
Total aset turn over |
4 |
5 |
15 |
12,5 |
Total modal sendiri terhadap total aset |
6 |
10 |
26 |
27,25 |
Total bobot |
30 |
70 |
190 |
202,75 |
Sumber : diolah lagi dari website PT PGN
Tabel 2.8 Kinerja Keuangan PT Perusahaan Gas Negara sebelum privatisasi tahun 2003
Indikator |
Tahun |
|||||
2000 |
2001 |
2002 |
||||
KK |
Skor |
KK |
Skor |
KK |
Skor |
|
ROE |
1,40% |
4 |
22,09% |
20 |
49,62% |
20 |
ROI |
65,52% |
15 |
58,18% |
15 |
61,43% |
15 |
Cash Ratio |
144,48% |
5 |
131,33% |
5 |
67,77% |
5 |
Current Ratio |
239,11% |
5 |
249,21% |
5 |
150,61% |
5 |
Collection Period |
60 hari |
5 |
51 hari |
5 |
45 hari |
5 |
Perputaran Persediaan |
9 hari |
5 |
7 hari |
5 |
5 hari |
5 |
Total aset turn over |
171,05% |
5 |
166,84% |
5 |
172,92% |
5 |
Total modal sendiri terhadap total aset |
14,10% |
6 |
32,78% |
10 |
38,96% |
10 |
Total skor kinerja |
50 |
70 |
70 |
Sumber : diolah lagi dari website PT PGN
Tabel 2.9 Kinerja Keuangan PT Perusahaan Gas Negara setelah privatisasi tahun 2003
Indikator |
Tahun |
|||||||||
2004 |
2005 |
2006 |
2013 |
2014 |
||||||
KK |
Skor |
KK |
Skor |
KK |
Skor |
KK |
Skor |
KK |
Skor |
|
ROE |
13,76% |
18 |
20,53% |
20 |
33,94% |
20 |
33,65% |
20 |
27,00% |
20 |
ROI |
31,16% |
15 |
39,16% |
15 |
140,52% |
15 |
142,20% |
15 |
173,60% |
15 |
Cash Ratio |
278,56% |
5 |
282,47% |
5 |
49,34% |
5 |
158,60% |
5 |
119,90% |
5 |
Current Ratio |
376,12% |
5 |
358,79% |
5 |
145,13% |
5 |
200,90% |
5 |
170,60% |
5 |
Collection Period |
56 hari |
5 |
46 hari |
5 |
41 hari |
5 |
34 hari |
5 |
35 hari |
5 |
Perputaran Persediaan |
3 hari |
5 |
2 hari |
5 |
1 hari |
5 |
2 hari |
5 |
7 hari |
5 |
Total aset turn over |
89,65% |
3,5 |
99,41% |
4 |
318,16% |
5 |
168,50% |
5 |
183,10% |
5 |
Total modal sendiri terhadap total aset |
28,78% |
7,25 |
33,38% |
10 |
36,89% |
10 |
57,60% |
8,5 |
44,50% |
9 |
Total skor kinerja |
63,75 |
69 |
70 |
68,5 |
69 |
Sumber : diolah lagi dari website PT PGN
Dari tabel 2.9 dapat disimpulkan, kondisi keuangan PT Perusahaan Gas Negara setelah dilakukannya privatisasi tahun 2003 untuk periode 2004-2006 menunjukkan skor kinerja keuangan mengalami kenaikan dibandingkan sebelum privatisasi sebesar 12,75% (dalam akumulasi total skor kinerja). Namun kinerja keuangan PT Perusahaan Gas Negara menurun sebesar 0,5%-1% setelah privatisasi tahun 2006 dalam hal ini ditunjukkan rasio keuangan periode 2013-2014 saja. Selain kinerja keuangan perlu diperhatikan aspek ekonomi makronya seperti jumlah karyawan dan jumlah gaji karyawan saja (karena keterbatasan informasi dan waktu) sebelum dan setelah privatisasi. Untuk Adapun rekapitulasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.10 Jumlah Karyawan dan Gaji Karyawan PT Perusahaan Gas Negara
Tahun |
Jumlah Karyawan PT PGN |
Gaji Karyawan PT PGN (US$) |
2000 |
|
|
2001 |
|
|
2002 |
|
|
2004 |
1344 |
Rp194.288.469.801,00 |
2005 |
1229 |
Rp227.395.796.135,00 |
2006 |
1354 |
|
2013 |
1540 |
US $ 122.106.944 |
2014 |
1509 |
US $ 124.323.828 |
Sumber : hasil googling internet
Dari tabel 2.10, dapat disimpulkan bahwa setelah privatisasi, jumlah karyawan dan beban gaji karyawan mengalami peningkatan. Namun penulis tidak mengetahui apa yang menjadi alasannya, mungkin memang kebijakan peningkatan remunerasi gaji pejabat dan karyawan yang menetapkannya seperti itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan pembahasan, penulis menarik kesimpulan antara lain :
1. Kondisi keuangan PT Perusahaan Gas Negara setelah dilakukannya privatisasi tahun 2003 dan 2006 bila dilihat dari indikator dan bobot kesehatan BUMN sesuai KEP-100/MBU/2002 menunjukkan kenaikan walaupun tidak signifikan.
2. Debt equity ratio/rasio solvabilitas dimana proporsi hutang periode 2002-2006 menurun drastis sehingga dikhawatirkan bila berlanjut akan menghambat operasional dan pertumbuhan perusahaan.
3. Kebanyakan BUMN di Indonesia yang diprivatisasi menggunakan metode privatisasi IPO. Setelah itu dengan cara strategic sales dan employee/management buy out.
4. Dalam privatisasi BUMN di Indonesia terdapat kepentingan politis pejabat-pejabat yang berkuasa saat itu dan terkesan mengejar target penerimaan negara dari hasil privatisasi BUMN. Akibatnya, Pemerintah Indonesia tidak lagi memiliki kepemilikan saham pada BUMN yang telah diprivatisasi (0%) seperti PT WNI, PT Indocement TP Tbk, PT Kertas Blabak, PT Intirub, PT Kertas Basuki Rahmat, PT Atmindo, dan PT Jakarta International Hotel Development, Tbk
5. Dari kasus Indosat dan Telkomsel, dapat diambil pelajarannya bahwa pengambilalihan saham-saham BUMN yang strategis untuk keamanan negara Indonesia jangan sampai jatuh ke tangan pihak atau negara asing.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, Penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. PT Perusahaan Gas Negara agar terfokus pada usaha yang mengefisienkan dan mengefektifkan seluruh sumber daya yang tersedia.
2. PT Perusahaan Gas Negara lebih memperhatikan rasio keuangannya terutama ROE dan ROI karena merupakan daya tarik yang dapat ditawarkan kepada calon pemegang saham.
3. PT Perusahaan Gas Negara agar meningkatkan proporsi modal hutang namun harus dapat mengendalikan penggunaannya supaya tidak 'kebablasan'.
BUMN khususnya non bank yang keseluruhan sahamnya masih dimiliki oleh Pemerintah perlu mempertimbangkan privatisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Dari penelitian yang sudah ada sebelumya, variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja BUMN setelah diprivatisasi antara lain keuntungan, pengeluaran modal, dan leverage. Namun variabel lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah government ownership, foreign ownership, dan restructures firms. Setelah privatisasi, BUMN sebaiknya melakukan pergantian manajemen dari luar kalangan birokrat yaitu business person yang professional.DAFTAR PUSTAKA
PT Semen Gresik.tp://www.semengresik.com
Kementerian BUMN.tp://www.bumn.go.id
https://ariestavidianingsih.wordpress.com/2013/05/25/privatisasi/
http://majasari31.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-privatisasi.html
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122539-PK%20IV%202081.8173-Analisis%20yuridis-Literatur.pdf
https://zulpiero.wordpress.com/2010/04/20/privatisasi-bumn-di-indonesia/
http://totoksuharto.blogspot.co.id/2010/02/sejarah-dan-alasan-ekonomi-privatisasi.html
http://blogdeta.blogspot.co.id/2009/03/sejarah-privatisasi-di-indonesia.html
http://artikelpoppy.blogspot.co.id/2008/11/analisis-kebijakan-privatisasi-bumn-di.html
http://bumn.go.id/data/uploads/files/1/Kepmen_Kep_100_tahun_2002_Penilaian%20Tingkat%20Kesehatan.pdf
http://media.corporate-ir.net/media_files/IROL/20/202896/PGN_Annual_Report_2004_11.pdf
http://hariatyburhan.blogspot.co.id/2011/11/pt-perusahaan-gas-negara-persero-tbk.html
Download file doc makalah ini pada link berikut :
IONQQ**COM
ReplyDeleteagen terbesar dan terpercaya di indonesia
segera daftar dan bergabung bersama kami.
Whatshapp : +85515373217 :-* (f)