Download File ini lengkap gambar sampul kata pengantar dan daftar pustaka. dalam bentuk word doc bisa anda edit.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Setiap hari manusia tidak lepas dari yang namanya
aktifitas atau pekerjaan. Setiap pekerjaan atau suatu perbuatan yang dilakukan
haruslah dikerjakan dengan ikhlas. Amal hanya karena Allah semata, dan tidak
ada harapan kepada makhluk sedikitpun. Niat ikhlas bisa dilakukan sebelum amal
dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal atau setelah amal dilakukan. Salah
satu karunia Allah yang harus disyukuri adalah adanya kesempatan untuk beramal.
Menjadi jalan kebaikan dan memberikan manfaat kepada orang lain. Karenanya,
jangan pernah menunda kebaikan ketika kesempatan itu datang. Lakukanlah
kebaikan semaksimal mungkin dan lupakan jasa yang sudah dilakukan. Serahkan
segalanya hanya kepada Allah. Itulah aplikasi dari amal yang ikhlas.
Ketika orang lain merasakan manfaat dari amal yang
kita perbuat, maka yakinilah bahwa tidak ada perlunya kita membanggakan diri
karena merasa berjasa. Itu semua hanya akan menghapus nilai pahala dari amal
yang telah diperbuat. Setiap kebaikan yang kita lakukan mutlak karunia dari
Allah, yang menghendaki kita terpilih agar bisa melakukan amal baik tersebut.
Sekiranya Allah menakdirkan kita bisa bersedekah kepada anak yatim. Itu berarti
kita harus bersyukur telah menjadi jalan sampainya hak anak yatim. Tidak perlu
merasa berjasa karena hakekatnya kita hanyalah perantara hak anak yatim. Lewat
harta, tenaga, dan kekuasaan yang Allah titipkan kepada kita. Derita yang
dialami anak yatim akan terasa ringan, apabila datang kepada mereka
tangan-tangan yang peduli dengan kondisi yang mereka alami, baik dari kalangan
masyarakat umum maupun dari saudara-saudara mereka sendiri. Hal ini sangat membantu
mereka dalam menghadapi kenyataan hidup. Sebab mereka belum bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri, tanpa bantuan orang lain. Dalam menolong dan memberi
perlindungan terhadap anak yatim adalah suatu keharusan dalam islam. Salah satu
orang yang mendustakan agama adalah orang yang menghardik anak yatim.
Dalam penulisan makalah ini penulis berikhtiar untuk
menelusuri konsepsi Amal Soleh dan Anak Yatim. Sekaligus menelusuri hadis-hadis
yang menerangkan tentang Amal Soleh dan Anak Yatim, yang bersifat lebih
mencerahkan dan dapat menjadi solusi bagi persoalan-persoalan kehidupan umat
saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian amal soleh
2. Hadis-hadis tentang amal
soleh
3. Pengertian anak yatim
4. Hadis-hadis tentang anak
yatim
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian
amal soleh
2. Untuk mengetahui
hadis-hadis tentang amal soleh
3. Untuk mengetahui
pengertian anak yatim
4. Untuk mengetahui
hadis-hadis tentang anak yatim
Download File ini lengkap gambar sampul kata pengantar dan daftar pustaka. dalam bentuk word doc bisa anda edit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amal Soleh
Amal saleh terdiri dari dua kata
yaitu Amal dan Saleh. Amal adalah semua
perbuatan yang dikerjakan dan dengan niat tertentu. Sedangkan kata saleh
berasal dari kata sa-lu-ha yang berarti baik. Kata saleh dalam al-Quran secara
makna berhadapan dengan kata khaer, birr, husn, ma’ruf dan haq. Semua ungkapan
tersebut menyimpan makna tentang “kebaikan”.
Dua kosa kata ini kemudian berpadu membangun makna
dalam amal saleh. Amal saleh dapat diartikan sebagai suatu perbuatan baik yang
bermuara pada kebaikan dalam kehidupan manusia secara luas.
Sebenarnya terdapat banyak perbedaan
dalam memaknai amal saleh ini. Muhammad Abduh misalnya, menyebutkan bahwa amal
saleh adalah segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, kelompok, dan
masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan menurut Zamakhsyari amal saleh adalah
segala perbuatan yang sesuai dengan dalil aqli al-Quran dan sunnah.[1]
B. Hadis-hadis tentang Amal Soleh
Perbuatan-perbuatan baik dalam
al-Quran disebut sebagai bagian dari amal saleh. Perintah untuk berbuat baik yang
disebutkan dalam Al-Quran yaitu perintah
untuk saling menolong dalam mewujudkan kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT
berfirman dalam (QS.Al-Maidah/5:2)[2]
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa…(QS.Al-Maidah/5:2)
Dalam hadis disebutkan sikap saling menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْصُر أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظلُو مًا قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ هَذَا نَنصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ
Artinya: Bantulah
saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang teraniaya. Ada
yang bertanya: “Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya.
Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan
menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya.” (HR.
al-Bukhari)
Dalam hadits lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّالُ
عَلَى الْخَيْرِ كَفَا عِلِهِ
Artinya: Orang
yang menunjukkan (sesama) kepada kebaikan, ia bagaikan mengerjakannya. (HR.
Muslim)
Secara eksplisit contoh bentuk-bentuk amal saleh (sebab perbuatan-perbuatan
ini disebutkan dalam ayat yang bergandengan langsung dengan ayat “amal saleh
atau yang sejenis amal saleh) yang disebutkan dalam Al-Quran adalah sebagai
berikut:
1. Menerima kebenaran dari
Rasulullah (QS. 7:43)
2. Berbuat adil karena Allah
(QS. 5:8)
3. Berbuat baik dan makan
yang bersih (QS. 23:51)
4. Membelanjakan harta kepada
jalan Allah (QS. 2:265)
5. Berjihad dan berbuat baik
kepada orang tua (QS. 29: 6-9)
Nilai kebaikan diukur melalui amal
shaleh. Amal amal shaleh merupakan Implikasi dari keimanan seseorang. Amal shaleh memiliki tempat yang mulia dalam
ajaran Islam. Karena itu, islam memberikan balasan kebajikan untuk orang-orang
yang istiqomah dalam beramal shaleh. Di antara balasan yang dijanjikan Allah
SWT itu adalah sebagai berikut:
1.
Diberi
pahala yang besar. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Maidah : 9
Artinya: “Allah telah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal shaleh, ( bahwa )
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Maidah : 9)
2.
Diberi
kehidupan yang layak. Allah Swt, berfirman dalam QS. An-Nahl : 97
Artinya: “Barang siapa yang
mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan”. ( QS. An-Nahl : 97 )
3.
Diberi
tambahan petunjuk. Allah Swt. berfirman dalam QS. Maryam : 76
Artinya: “Dan Allah
menambahkan petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal
shaleh yang kekal itu lebih baik pahalanya disisi tuhanmu dan lebih baik
sesudahnya.” ( QS. Maryam : 76 )
4.
Dihapuskan
dosa-dosanya. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Ankabut :7
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih,
benar-benar akan kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar
akan kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.”
( QS. Al-Ankabut :7 )
5.
Dimuliakan
hidupnya. Allah Swt. berfirman dalam QS.Al-isra : 70
Artinya: “Dan
sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami angkut didaratan dan di
lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan.”
( QS.Al-isra : 70 )
6.
Dijauhkan
dari kegagalan. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-asr :1-3
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan
nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran nasehat-menasehati supaya menatapi
kegagalan.” ( QS. Al-asr :1-3 )
Untuk itu hanya amal shalih yang berasal dari keimanan kepada Allah
SWT, keyakinan dan keadilannya, dan hanya berharap akan rahmat-Nya yang akan
membawa manfaat dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[4]
C. Pengertian Anak Yatim
Kalimat anak yatim terdiri dari anak
dan yatim. Anak menurut UU Perlindungan
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Kata Yatim berasal dari bahasa arab yaitu ﻳﺘﻴﻢ(Yatim) adalah
orang yang ditinggal mati bapaknya dan bagi binatang adalah yang kehilangan induknya,
atau secara umum berarti segala sesuatu yang menyendiri. Al-Mufadhdhal
menyatakan makna yatim adalah berasal dari gaflah (terlupa). Jadi, anak yatim
ialah anak yang mati orang tuanya, akhirnya terlupa dari pemeliharaan atau
penyantunannya. Batasan yang sama, dikemukakan pula olah Ibn Manzūr bahwa anak
yatim ialah anak yang menyendiri akibat tidak ada bapak atau ditinggal mati
oleh bapak.
Adapun pengertian yatim dalam istilah
syara’ para ulama telah memberikan batasan dengan redaksi yang berbeda-beda. Di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Muhammad Rasyid Ridha,
berpendapat bahwa anak yatim ialah anak yang tidak ada bapaknya sebelum ia mencapai
usia yang memungkinkan dibebaskan dari pemeliharaan.
2. Al-Zamakhsyariy
mengemukakan bahwa yang dinamakan anak yatim adalah anak yang meninggal
bapaknya sebelum ia mencapai umur kedewasaan. Apabila sudah mampu mengurusi
kelangsungan hidupnya dan mampu pula mengurusi di luar dari pada
kepentingannya, maka bukanlah ia termasuk anak yatim.
3. Abu Yazid berpendapat
bahwa yatim perempuan tidak lepas keyatimannya karena balig, cerdik, akan
tetapi batas keyatimannya ialah apabila sudah bersuami.
D. Hadis-Hadis Tentang Anak
Yatim
Hadis-hadis tentang dasar hokum pemeliharaan
anak yatim dan bentuk-bentuk pemeliharaan anak yatim adalah
sebagai
berikut.
1. Hadis tentang dasar hukum
pemeliharaan anak yatim
حَدَّثَنَا ﻫِﺸَﺎمُ ﺑْﻦُ ﻋَمَّارٍ حَدَّثُنَا حَمَّادُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒِْﺪِ
الرَّحْمَنِ الْكَلْبِيُّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيْلُ ﺑْﻦُ إِﺑْـﺮَاﻫِﻴْﻢَ اْﻷنْصَارِيُّ
ﻋَﻦْ ﻋَطَﺎءِ ﺑِْﻦِ أَبِيْ رَﺑَﺎحٍ ﻋَﻦْ ﻋَﺒِْﺪِ
اﻟﻠﱠﻪِ ﺑِْﻦِ ﻋَﺒﱠﺎسٍ ﻗَﺎَلَ ﻗَﺎَلَ رَﺳُوْلُ
اﻟﻠﱠﻪِ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ ﻋَﻠَْﻴِْﻪِ وَﺳَﻠﱠَﻢ مَنْ ﻋَالَ ﺛَﻼَﺛَﺔًً مِنْ اْﻷَيْتَامِ ﻛَﺎنَ ﻛَﻤَﻦْ قَامَ لَيْلَهُ وَﺻَﺎمَ ﻧـَﻬَﺎرَﻩُ
وَﻏََﺪَا وَرَاحَ ﺷَﺎهِرًا سَيْفَهُ فِيْ سَبِيْلِ اﻟﻠﱠﻪِ وَكُنْتُ أَﻧَﺎ وَﻫُﻮَ فِيْ الْجَنَّةِ أَﺧَﻮَﻳِْﻦِ
ﻛَﻬَﺎتَيْنِ أُﺧْﺘَﺎنِ وَألْصَقَ إِﺻْﺒَـعَيْهِ الْسَّبَّابَةَ وَالْوُصْطَى
Hisyam bin ‘Ammar telah menceritakan kepada kami,
Hammad bin ‘Abd al-Rahman al-Kalbiy telah menceritakan kepada kami, Ismail bin
Ibrahim al-Anshariy memberitakan kepada kami, berkata: dari 'Atha’ bin Abi Rabah berkata ‘Abdullah bin
‘Abbas dia berkata, "Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa menafkahi tiga
anak yatim maka samalah keadaannya dengan
orang yang beribadah sepanjang malam, berpuasa sepanjang hari, berangkat
pagi dan sore hari dengan pedang terhunus di jalan Allah, aku dan dia berada di
surga seperti dua saudara sebagaimana dua ini yang bersaudara.” Dan beliau
menempelkan dua jarinya, yaitu jari telunjuk dan jari tengah.(HR.Shahih
Al-Bukhari)
Secara ijmaly, Dari hadis di atas menjelaskan tentang dasar
hukum pemeliharaan anak yatim, yakni bahwa dengan menyantuni anak yatim
merupakan perbuatan yang sangat mulia, maka bagi orang yang menyantuni anak itu
sangat layak mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan layak pula
sebagai pendamping Nabi Muhammad SAW. disurga nanti untuk mereguk kenikmatan
yang ada di dalamnya sebagai imbalan perbuatannya. Selanjutnya, dari konteks
hadis tersebut dapat dipahami bahwa hikmah memelihara anak yatim adalah akan
dimasukkan ke dalam surga dan ditempatkan di dekat para nabi dan tetap taat
melaksanakan perintah, dan orang yang memelihara anak yatim adalah ciri-ciri
orang yang beragama dan tidak ada agama bagi orang-orang yang mengabaikan anak
yatim.
Dalam hadis lain yaitu hadits riwayat Imam Bukhari :
عَنْ سَهْلٍ بْنِ سَعْدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ
هَكَذَا ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Dari Sahl bin
Sa’ad r.a berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu
dalam surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari
tengahnya serta merenggangkan keduanya.”(HR. Imam Bukhari)
Dan dalam hadits riwayat Thabrani
مَنْ ضَمَّ يَتِيْمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ فِيْ طَعَامِهِ
وَ شَرَابِهِ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَنْهُ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan
Thobrani, Shahih At Targhib Al Albani bahwa: “Barang siapa yang mengikutsertakan seorang
anak yatim di antara dua orang tua Muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga
mencukupinya maka ia pasti masuk surga.”(HR. Thabrani)
Hadis dan ayat yang telah dijelaskan di atas, merupakan dalil
yang dapat diperpegangi sebagai dasar hukum tentang keharusan bagi setiap orang
menyantuni anak yatim.
2. Hadis tentang bentuk-bentuk
pemeliharaan Anak Yatim
·
Hadis tentang Pemeliharaan Anak Yatim
حَدَّثَنِيْ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ عِيْسَي حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ
الدِّيلِيِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا الْغَيْثِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم كَافِلُ الْيَتِيْمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ
أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِيْ الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
Zuhair bin Harb telah menceritakan
kepadaku, Ishaq bin ‘Isa telah menceritakan kepada kami, Malik dari Tsaur bin
Zaid al-Diliy telah menceritakan kepada kami seraya berkata: Aku mendengar Abu
al-Gaits menceritakan dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah
saw. bersabda: “Orang yang menanggung anak yatim miliknya atau milik orang
lain, aku dan dia seperti dua ini disurga. Malik mengisyaratkan jari telunjuk
dan jari tengah.”(HR. Shahih Muslim)
Maksud hadis tersebut memberi isyarat tentang jari-jari
telunjuk, Antara jari telunjuk dan jari tengah mengisyaratkan sesungguhnya Nabi
saw. mengatakan bahwa orang-orang yang menggunakan tangannya untuk memelihara
anak yatim dan menggunakan dalam shalat, maka pada hari kebangkitan nanti sama
derajatnya dengan para nabi.
Terkait dengan kandungan hadis di atas, di dalam al-Qur’an
juga dijelaskan tentang pemeliharaan anak yaitm, yakni dalam QS. Ad-Dhuha (93):
6-9.
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ [6] وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ [7] وَوَجَدَكَ
عَائِلًا فَأَغْنَىٰ [8] فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ [9]
Artinya : “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang anak
yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang bingung lalu
Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu kekurangan, lalu Dia memberikan
kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu sewenang-wenang.”(QS.
Ad-Dhuha/93: 6-9)
Dari ayat tersebut Hamka berpendapat bahwa oleh sebab engkau
sendiri telah merasakan keyatiman itu dan engkau sendiri menanamkan kasih
sayang kepada pengasuh-pengasuhmu di waktu engkau kecil. Hendaklah engkau
menunjukkan pula kasih sayang kepada anak-anak yatim, jangan engkau bersikap
keras kepadanya, jangan mereka dipandang hina. Itulah sebabnya, sejak dini
rasulullah saw. menyadari keyatiman yang pernah ia rasakan, pahit getirnya itu
harus menjadi inspirator baginya untuk senantiasa berlaku penuh kasih sayang
terhadap anak yatim, melindungi, menyantuni dan memuliakannya.
ﺣَدَّﺛـَﻨَﺎ أَبُو ﻛَﺎمِلٍ ، ﺣَدَّﺛـَﻨَﺎ حَمَّادٌ ، عَنْ أَبِيْ ﻋِﻤْﺮَانَ الْجَوْنِيِّ ، ﻋَﻦْ رَﺟُﻞٍ
، ﻋَﻦْ أَبِيْ ﻫُﺮَﻳْـﺮَةَ : أَنَّ رَﺟُﻼً ، ﺷَﻜَﺎ إِلَى رَﺳُوْلِ ﷲِ ﺻَﻠَّﻰ
اﻟﻠﱠﻪُ ﻋَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَتَ قَلْبِهِ ، ﻓََﻘَﺎَلَ ﻟَﻪُ : إِن أَرَدْتَ أَنْ
يَلِينَ قَلْبُكَ ، ﻓَﺄَﻃْﻌِِﻢِ الْمِسْكِيْنَ ، وَاﻣْﺴَﺢْ رَأْسَ اﻟْﻴَﺘِﻴِﻢِ. (رواﻩ احمد)
Ahmad ibn Hanbal berkata:
Abu Kamil telah memberitakan kepada kami, Hammad memberitakan kepada kami dari
‘Imran al-Jawniy dari seorang laki-laki; dari Abu Hurairah bahwa sesungguhnya
seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah saw. dalam keadaan menangis
terseduh-seduh, lalu Rasulullah berkata kepadanya: “Jika engkau ingin
menenangkan hatimu, maka beri makanlah kepada orang miskin dan usaplah kepala
anak yatim.”(HR. Ahmad)
Mengenai hadis di atas, termaktub
dalam matannya yakni, seorang laki-laki pernah mengadu kepada Rasulullah saw.
tentang hatinya yang kasar, maka Rasulullah saw. mengajarkan bagaimana
melembutkan hati. Dari sini dapat dipahami bahwa salah satu cara untuk
menenangkan hati dan perasaan adalah dengan memberi makan kepada anak miskin
dan mengusap kepala anak-anak yatim.
Anak yatim sebagai manusia
biasa juga membutuhkan perhatian dan pembinaan, sehingga keberadaan anak yatim
merupakan tugas dan tanggung jawab masyarakat dimana ia berada. Anak yatim yang
terlantar adalah anak yang tidak tentu arah kehidupannya. Dengan demikian,
al-Qur’an memberitahukan kepada kita betapa pentingnya memberikan perhatian,
sebagaimana halnya yang termaktub dalam firman Allah QS. An-Nisa/4:36
وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ…
Artinya : “…Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim…”(An-Nisa’/4:
36)
Salah satu bentuk
perhatian (berbuat) baik kepada anak yatim yakni mengusap atau menyapu kepala
anak yatim sebagai wujud kasih sayang dan kepedulian yang tulus, dengan
sendirinya anak yatim akan merasakan belaian kasih yang datangnya dari orang
tua sendiri.
ﺣَدَّسَنَا ﺳَﻌِﻴﺪُ ﺑْﻦُ يَعْقُوبَ الطَّالَقَانِيُّ ﺣَدَّسَنَا
الْمُعْتَمِرُ ﺑْﻦُ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎنَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ عَنْ حَنَشٍ
ﻋَﻦْ ﻋِﻜْﺮِﻣَﺔَََ ﻋَﻦْ اﺑْﻦِِ عَبَّاسَ أَنَّ النَّبِيَّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﱠﻪُ ﻋَﻠَﻴِﻪِ وَﺳَﻠَّﻢَ
ﻗََﺎلَ ﻣَﻦْ قَبَضَ ﻳَﺘِﻴﻤًﺎ ﻣِﻦْ بَيْنِ الْمُسْلِمِينَ إِلَى ﻃَﻌَﺎمِهِ وَﺷَﺮَاﺑِﻪِ أَدْﺧَﻠَﻪُ اﻟﻠﱠﻪُ الْجَنَّتَ
إِلاَّ أَنْ ﻳَﻌْﻤَﻞَ ذَﻧْـﺒًﺎ ﻻَ ﻳُﻐْﻔَﺮُ ﻟَﻪُ
Al-Turmudziy berkata: Sa’id bin
Ya’qub al-Thalaqaniy telah menceritakan kepada kami, al-Mu’tamir bin Sulaiman
telah menceritakan kepada kami seraya berkata: saya mendengar Bapakku
menceritakan dari Hanasy dari ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas ra. berkata: “Barangsiapa
yang memelihara anak yatim dan memberinya makan dan minum niscaya Allah akan
memasukkannya ke dalam surga kecuali jika dia melakukan dosa yang tidak dapat
diampuni.”(HR. Al-Turmudziy)
Hamka dalam tafsirnya menyatakan bahwa makanan yang sedang
diperlukannya, dengan senang hati diberikan kepada fakir miskin dan anak yatim,
yaitu anak yatim yang miskin pula, mereka memberikan dengan hati terbuka,
karena percaya bahwa Tuhan akan menggantikan dengan yang baru lagi bagus, dalam
jiwanya ada perasaan belas kasihan kepada orang lemah, rasa syukur atas rezeki
yang diberikan oleh Tuhan.
Dari penjelasan ayat dan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa
salah satu wujud kasih sayang seorang muslim terhadap anak yatim adalah
memperlakukan mereka sama dengan dirinya dan anak-anaknya sendiri dengan tidak
membeda-bedakan,baik bentukmaupunjenisnya.
·
Hadis tentang cara pemeliharaan harta anak
yatim
حَدَّثَنَا حُمَيدُ ﺑْﻦُ ﻣَﺴْﻌََﺪَةَ أَنَّ ﺧَﺎﻟِﺪَ ﺑْﻦَ الْحَرِثِ ﺣَدَّﺛَﻬُﻢْ
ﺣَدَّثَنَا حُسَينٌ يَعْنِي اﻟْﻤُﻌَﻠِّﻢَ ﻋَﻦْ ﻋَﻤْﺮِو ﺑْﻦِ ﺷُﻌَيبٍ ﻋَﻦْ أَﺑِﻴﻪِ
ﻋَﻦْ ﺟَﺪِّﻩِ أَنَّ رَﺟُﻼً أَﺗَﻰ النَّبِيَّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﱠﻪُ ﻋَﻠَﻴﻪِ وَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘَﺎلَ
إِنِّي فَقِيرٌ لَيْسَ لِي ﺷَﻲْءٌ وَلِي ﻳَﺘِﻴﻢٌ ﻗَﺎلَ ﻓَﻘَﺎلَ ﻛُﻞْ ﻣِﻦْ ﻣَﺎلِ ﻳَﺘِﻴﻤِﻚَ
ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﺴْرِفٍ وَﻻَ ﻣُﺒَﺎدِرٍ وَﻻَ ﻣُﺘَأَﺛِّﻞٍ
Humayd bin Mas‘adah memberitakan kepada kami, bahwa Khalid
bin alHarits diberitakan dari guru-gurunya, berkata: Husayn yaitu al-Mu‘allim
dari ‘Umar bin Syu‘aib, dari bapaknya dari neneknya bahwa seorang lakilaki
mendatangi Nabi (Rasulullah) saw. berkata: sesungguhnya aku orang fakir yang
tidak mempunyai sesuatu dan mempunyai seorang anak yatim, maka Rasulullah
bersabda: “makanlah dari harta anak yatim asuhanmu tanpa berlebih-lebihan dan
kemubazziran dan tanpa menggunakan hartanya dengan tujuan untuk menyelamatkan
harta pribadimu.”(HR. Abu Dawud)
Maksud hadis tersebut menurut Al-Suyathiy adalah jika
berlebih-lebihan, sedangkan pendapat lain mengatakan jangan membelanjakan harta
anak yatim sampai anak yatim itu balig hingga ia mampu membelanjakan hartanya
sendiri. Selanjutnya menurut al-Khaththabiy adalah jangan mencampuradukan
hartanya dengan harta anak yatim.
Dari penjelasan tersebut menunjukan bahwa boleh memakan harta
anak yatim dengan tidak ditetapkan dengan yang ia makan. ‘Ubaidillah al-Salamiy
bin Jubaid dan Mujāhid berpendapat bahwa memakan harta anak yatim dan setelah
besar kemudian dikembalikan. Di dalam al-Qur’an ditemukan beberapa ayat yang
menjelaskan bagaimana cara memelihara harta anak yatim dengan sebaik-baiknya
yaitu (QS. Al-Isra’ /17: 34)
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ
يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۚ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”(QS. Al-Isra’ /17: 34)
Menurut Ahmad Musthafa al-Maragiy dalam tafsirnya menyatakan
bahwa maksud ayat di atas adalah janganlah kamu membelanjakan harta benda anak
yatim kecuali dengan jalan yang sebaik-baiknya, yaitu dengan jalan
memeliharanya dan menjalankannya supaya harta itu bisa bertambah, sampai kamu
melihat ia sudah remaja dan berakal, karena hal itulah yang memungkinkan mampu
mengendalikan kemaslahatan harta itu. Di dalam Ensiklopedia Hukum Islam
dijelaskan bahwa ajaran Islam telah menetapkan hak-hak yang harus mengurus anak
yatim, antara lain:
1. Anak yatim yang belum
balig dan miskin, harus diberi nafkah atau diperhatikan biaya kelangsungan
hidupnya.
2. Anak yatim berhak mendapat
pembagian harta rampasan.
3. Anak yatim berhak mendapat
bagian dari pembagian harta waris apabila ia menyaksikan saat-saat ahli waris
membagi harta warisan.
4. Anak yatim berhak
mendapatkan perlindungan dari wali atas hartanya.
Download File ini lengkap gambar sampul kata pengantar dan daftar pustaka. dalam bentuk word doc bisa anda edit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa amal saleh merupakan suatu perbuatan baik yang bermuara pada
kebaikan dalam kehidupan manusia secara luas. Dan berdasarkan uraian
hadis-hadis diatas, dapat disimpulkan bahwa amal soleh sebagai perbuatan baik
yang murni berkaitan dengan kehidupan dunia.
Sedangkan berdasarkan uraian sebelumnya, mengenai
anak yatim dapat disimpulkan bahwa, anak yatim ialah seorang anak yang ditinggal
mati oleh orang tuanya(bapak), akhirnya terlupa dari pemeliharaan atau
penyantunannya. Dan berdasarkan uraian hadis-hadis tentang anak yatim sebagaimana
yang telah dikutip dan dianalisis secara tematik, dapat dijadikan motivasi untuk
menyantuni anak yatim.
B. Saran
Mengenai amal soleh, jangan
pernah menunda kebaikan ketika kesempatan itu datang. Lakukanlah kebaikan
semaksimal mungkin dan lupakan jasa yang sudah dilakukan. Ketika orang lain
merasakan manfaat dari amal yang kita perbuat, maka yakinilah bahwa tidak ada
perlunya kita membanggakan diri karena merasa berjasa. Itu semua hanya akan
menghapus nilai pahala dari amal yang telah diperbuat.
Mengenai anak yatim, sebagaimana yang telah dijelaskan, sangat
penting untuk dikaji. Sebab pada kenyataannya dalam kehidupan masih sangat
banyak ditemui kesalahan dalam tata cara pemeliharaan anak yatim yang sesui
dengan Al-Qur’an. Bahkan sering dijumpai orang yang memanfaatkan kelemahan anak
yatim untuk kepentingan sendiri.
Rif’at Syauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh; Kajian Masalah Akidah dan
Ibadat (Jakarta: Paramadina, 2002),
hlm.
175
Yusran, Amal Shaleh:Doktrin Teologi dan Sikap Sosial, Jurnal
Al Adyaan, volume 1, No. 2, 2015, hlm. 127
Ibit., hlm. 128
Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/10/05/10/lvyuxh-balasan-amal-shaleh pada
tanggal 6 Oktober pukul 09:29
Rosmania Hamid, Kafalah Al-Yatim dari
Perspektif Hadis Nabi, Al-Fikr, volume 17, no.1, 2013, hlm. 110.
Ibit., hlm. 112
Ibit., hlm. 113
Ibit., hlm. 113
Ibit., hlm. 115
Ibit., hlm. 116
No comments:
Post a Comment