http://prereheus.com/Af0
In lam
tuhsin dzannaka bihi li-ajli washfihi fa-hassin dzannaka bihi li-ajli
mu’amalatihi ma’aka.
Fa-hal ‘awwadaka illa husnan? Wa-hal asda ilaika illa minanan?
Fa-hal ‘awwadaka illa husnan? Wa-hal asda ilaika illa minanan?
Jika engkau
tak mampu berbaik sangka kepada Tuhan karena sifat yang intrinsik ada pada-Nya,
maka berbaik sangkalah kepada-Nya karena perlakukan baik-Nya terhadapmu.
Bukankah Dia terus-terusan berbuat baik kepadamu? Bukankah Dia memberimu nikmat yang berlimpah?
maka berbaik sangkalah kepada-Nya karena perlakukan baik-Nya terhadapmu.
Bukankah Dia terus-terusan berbuat baik kepadamu? Bukankah Dia memberimu nikmat yang berlimpah?
Pengertian
Umum
Sikap yang sehat terhadap hidup adalah berbaik sangka; berbaik sangka pada kehidupan kita, kepada orang-orang disekitar kita, pada lingkungan kita, dan terlebih lagi berbaik sangka pada sumber kehidupan itu sendiri, yaitu Tuhan.
Sikap yang sehat terhadap hidup adalah berbaik sangka; berbaik sangka pada kehidupan kita, kepada orang-orang disekitar kita, pada lingkungan kita, dan terlebih lagi berbaik sangka pada sumber kehidupan itu sendiri, yaitu Tuhan.
Iklan -
Lanjutkan Membaca Di Bawah Ini
Dalam
masa-masa sulit kadang kita memiliki prasangka buruk kepada kehidupan kita
sendiri, kepada Tuhan. Prasangka buruk tak akan mengubah situasi sulit yang
sedang kita hadapi. Tetapi prasangka baik sekurang-kurangnya memberikan tenaga
psikologis yang positif pada diri kita. Prasangka positif membuat kita terus
berjalan, terus mencoba, tanpa patah semangat.
Dalam sebuah
hadis Qudsi yang terkenal, Tuhan berfirman:
“Aku (Tuhan) mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Ana ‘inda dzanni ‘abdi bi.”
“Aku (Tuhan) mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Ana ‘inda dzanni ‘abdi bi.”
Jika seorang
hamba memiiki prasangka baik kepada kehidupannya, dia akan memiliki sikap
positif. Sebaliknya, jika dia memiliki prasangka negatif terhadap kehidupannya,
dia akan hanya menciptakan kesulitan bagi dirinya sendiri. Mengapa?
Sebab, dari
sikap negatif itu dia akan membiarkan dirinya terjebak dalam pesimisme, dalam
perasaan patah harapan.
Jika kita
tak bisa berbaik sangka kepada Tuhan karena sifat-sifat-Nya sebagai Tuhan Yang
Maha Baik dan Dermawan, sekurang-kurangnya kita berbaik sangka kepada-Nya
karena kebaikan-kebaikan yang telah Dia limpahkan-Nya kepada kita setiap hari,
tiap saat. Sekurang-kurangnya kita bersyukur bahwa Dia masih terus melimpahi
kita dengan kebaika-kebaikan dalam hidup ini, baik besar atau kecil.
Berprasangka
baik kepada Tuhan bisa kita lakukan dengan rasa syukur kepada nikmat-nikmat
kecil yang terus berhamburan dalam hidup kita setiap hari. Nikmat kecil itu
bisa berupa momen-momen berbahagia bersama teman dan sahabat yang baik hati,
bersama anak dan isteri. Nikmat itu bisa berupa kemampuan kita menikmati makan
siang yang menyenangkan bersama kawan yang lama tak pernah kita jumpai.
Nikmat-nikmat
kecil selalu bermunculan dalam hidup kita, tiap hari, bahkan tiap jam. Kita
seringkali menganggap itu semua sebagai hal yang alamiah, seolah-olah bukan hal
yang istimewa. Ketidakmampuan kita untuk mensyukuri nikmat-nikmat kecil itu
membuat kita kehilangan momen yang membahagiakan. Mengapa?
Sebab
mensyukuri nikmat adalah sumber kebahagiaan. Mensyukuri nikmat membuat kita
terus memiliki prasangka baik pada kehidupan kita, kepada Tuhan, walau dalam
masa-masa yang sulit sekalipun.
Pengertian
khusus
Ada dua maqam manusia dalam hal kemampauan berprsangka baik dan bersyukur ini. Ada orang-orang umum (‘awam) dan orang-orang khusus (khawas). Orang-orang umum biasanya bersyukur dan berprasangka baik kepada Tuhan karena nikmat-nikmat yang dilimpahkan oleh Tuhan kepadanya. Sementara orang-orang khusus mensyukuri dan berprasangka baik kepada Tuhan karena mereka melihat sifat-sifat “jamal” atau keindahan Tuhan dalam momen apapun.
Ada dua maqam manusia dalam hal kemampauan berprsangka baik dan bersyukur ini. Ada orang-orang umum (‘awam) dan orang-orang khusus (khawas). Orang-orang umum biasanya bersyukur dan berprasangka baik kepada Tuhan karena nikmat-nikmat yang dilimpahkan oleh Tuhan kepadanya. Sementara orang-orang khusus mensyukuri dan berprasangka baik kepada Tuhan karena mereka melihat sifat-sifat “jamal” atau keindahan Tuhan dalam momen apapun.
Baik dalam
situasi menderita atau bahagia, mereka hanya melihat aspek “jamal” atau
keindahan Tuhan. Mereka ini, baik dalam masa sulit atau mudah, memiliki sikap
yang sama: bahagia. Karena mereka tahu bahwa segala sesuatu, baik yang
menyulitkan atau menggemberikan dalam hidup mereka, bersumber dari sumber yang
sama, yaitu Tuhan Yang Maha Baik dan Indah.
Pelajaran
yang bisa kita petik dari sini ialah: pentingnya kita menjaga sikap yang stabil
dalam hidup. Baik dalam situasi yang sulit maupun gampang, seseorang selayaknya
berusaha untuk bersikap sama: tenang, berprasangka baik, tidak membiarkan
dirinya tenggelam dan dikuasai oleh kedukaan.
Seorang yang
menjalani laku mistik atau tasawuf adalah orang yang melakukan kontrol atas
perasaan kesedihan dan kegembiraan, dan tak membiarkan dirinya
diombang-ambingkan oleh perasaan itu. Kemampuan untuk melakukan kontrol diri
itu adalah salah satu sumber ketenangan batin dan kebahagiaan rohani.
Anjuran Rasulullah agar
Manusia Selalu Berprasangka Baik
Manusia sebagai makhluk sosial tentu tak bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain. Keharmonisan berinteraksi dengan orang lain merupakan hal yang diinginkan oleh setiap manusia. Namun ini hanya terjadi jika manusia selalu berprasangka baik satu sama lain.
Kalau manusia tak mau berprasangka baik satu sama lain dan malah sebaliknya, suka berprasangka buruk, maka kerukunan dan keharmonisan sukar terjalin.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat Ayat 12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Allah SWT mengingatkan kita untuk menjaga hal yang mendasar dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan, yaitu menjaga perasaan kita agar senantiasa berprasangka baik kepada sesama muslim.
Kita tahu, adanya kerusuhan yang terjadi di dunia nyata, keributan yang terjadi di dunia maya, itu semua tidak terlepas dari awal mula prasangka yang buruk terhadap sesama.
Bahkan diriwayatkan dari Sahabat Umar bin Khattab bahwa Rasulullah SAW bersabda,
وَلَا تَظُنَّنَّ بِكَلِمةٍ خَرَجَتْ مِنْ أَخِيكَ المُسْلِم إِلَّا خَيْرًا
“Sungguh, janganlah kamu menyangka terhadap kalimat yang keluar dari saudaramu sesama muslim kecuali dengan prasangka yang baik.”
Itu merupakan perintah dan anjuran Rasulullah kepada umat Islam untuk selalu berprasangka baik kepada saudaranya sesama muslim. Sebab ini merupakan kunci keharmonisan dalam berhubungan satu sama lain.
Seperti dilansir dalam website resmi Pondok Pesantren Lirboyo, Imam Al-Ghazzali menuturkan dalam kitab Ihya Ulumuddin bahwa kita tidak berhak untuk berprasangka buruk kepada orang lain kecuali ketika telah jelas bagi kita keburukan tersebut dan tidak memungkinkan untuk menta’wil keburukan tersebut dengan kebaikan.
Oleh karena itu, setiap umat manusia hendaklah menjaga hati kita dengan prasangka yang baik. Ini perlu dilakukan agar tercipta kerukunan dan keharmonisan baik di dunia nyata maupun dunia maya. Jangan sampai terjadi petumpahan darah yang tak diinginkan.
Download File ini pada link berikut dalam ms.word doc. bisa edit. sudah lengkap Gambar dan Sampul
http://prereheus.com/Af0
No comments:
Post a Comment