Thursday, January 28, 2021

Perang-perang yang diikuti oleh Rasulullah SAW

 Perang-perang yang diikuti oleh Rasulullah SAW

Nabi Muhammad adalah utusan Allah Subhanallahu Wata’ala (SWT) yang mendapatkan perintah mengajarkan agama Islam. Saat ini setidaknya ada milyaran orang yang memeluk agama Islam dan mengikuti ajaran Nabi.

Namun terlepas dari pencapaian luar biasa Muhammad, ternyata banyak perang-perang yang diikuti Nabi untuk mengukuhkan Islam.  Berikut ini adalah perang-perang yang diikuti Nabi Muhammad SAW.

IBNU Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai bercerita kepada kami dari Muhammad bin Ishaq Al-Muthallabi ia berkata: Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berperang sebanyak dua puluh tujuh kali. Perang-perang yang dilalui oleh beliau adalah sebagai berikut:

  1. Perang Waddan atau Perang Al-Abwa’ (Penyergapan kafilah, berlangsung 623-624 M/ 2 Hijriyah)
  2. Perang Buwath di Radhwa.
  3. Perang Al-Qusyairah di lembah Yanbu’.
  4. Perang Badar Pertama dalam rangka mencari Kurz bin Jabir.
  5. Perang Badar AlKubra yang mana di dalamnya tokoh-tokoh Quraisy banyak tewas.
  6. Perang Bani Sulaim hingga tiba di Al-Kudr.
  7. Perang As-Sawiq dalam rangka mencari Abu Sufyan bin Harb
  8. Perang Ghathafan yakni Perang Dzu Amar.
  9. Perang Bahran di kawasan tambang di Al-Hijaz.
  10. Perang Uhud.
  11. Perang Hamra’ul Asad.
  12. Perang Bani An-Nadhir.
  13. Perang Dzatu Ar-Riqa’.
  14. Perang Badar Terakhir.
  15. Perang Dawmatul Al-Jandal.
  16. Perang Khandaq.
  17. Perang Bani Quraizhah.
  18. Perang Bani Lahyan dari suku Hudzail.
  19. Perang Dzu Qarad.
  20. Perang Bani Al-Mushthaliq dari suku Khuza’ah.
  21. Perang Al-Hudaibiyah dimana Rasulullah tidak menginginkan perang, karena dilarang melaksanakan umrah oleh kaum musyrikin
  22. Perang Khaybar.
  23. Umrahul Qadha’.
  24. Perang Penaklukan Makkah
  25. Perang Hunain.
  26. Perang Thaif.
  27. Perang Tabuk.

 

Berikut Penjelasan dari beberapa perang yang diikuti Nabi

Pertempuran Wadan atau Al-Abwa

Pertempuran Al-Abwa disebut juga Wadan. Hal ini karena lokasi terjadinya berada di Al-Abwa sebuah desa antara Madinah dan Mekah. Perang ini terjadi pada tanggal 12 bulan Safar tahun kedua Hijrah, di desa Amal Al-Faraa, atau Al-Abwa, yang berjarak 23 mil dari Madinah, atau desa Wadan, 6 dari Al -Abwa.

Nabi Muhammad adalah pemimpin dalam perang ini, dan perang Al-Abwa adalah yang pertama dari serangkaian ekspedisi militer umat muslim melawan orang-orang kafir yang memerangi agama Allah. Pamannya Hamzah ibn Abdul-Muttalib adalah pembawa bendera umat Islam.

Alasan perang ini adalah karena Nabi ingin mengidentifikasi berbagai rute di sekitar Madinah, dan rute yang menuju ke Mekah. Nabi bermaksud untuk menulis perjanjian dengan berbagai suku yang tinggal di rute ini. Nabi juga ingin orang-orang kafir dan Yahudi di Yathrib, serta Badui Arab di sekitar Yathrib, menyadari bahwa Muslim sekarang kuat, dan tidak lagi lemah seperti dulu.

Nabipun juga ingin memperingatkan Quraisy agar mereka menghentikan upaya mereka untuk menyerang Muslim di rumah mereka di Madinah dan untuk menghalangi jalan Allah. Peristiwa perang ini dimulai ketika Nabi meminta Saad ibn Ubaidah untuk mengelola urusan di Madinah saat Nabi tidak ada, dan kemudian meninggalkan kota untuk mencegat kafilah Quraisy.

Nabi membawa serta 60 h orang dari muhajirin bersamanya. Namun, mereka tidak berhasil menemui kafilah Quraishi. Sebaliknya, Nabi dan kaum muhajirin bertemu dengan suku Bani Damrah. Pemimpin mereka, Mukh’shi ibn Omar Ad-Damuri, ada bersama mereka. Mereka meminta kesepakatan damai dengan kaum Muslimin.

Oleh karena itu, Nabi  menulis perjanjian dengan Bani Damrah bahwa kaum Muslim tidak akan memerangi Bani Damrah dan bahwa Bani Damrah tidak akan memerangi kaum Muslimin, dan bahwa Bani Damrah tidak akan bergabung dengan orang lain untuk menyerang kaum Muslimin atau membantu musuh melawan Muslim.

Hasil dari perang Wadan (Al-Abwa) adalah sebuah perjanjian yang dibuat dengan Banu Damrah. Pelajaran yang bisa dipetik dari perang Wadan (Al-Abwa) meski akhirnya tidak ada pertempuran darah adalah  kewaspadaan Nabi adalah cara untuk mengangkat firman Allah dan melindungi darah umat Islam. Dia pergi mencari Quraisy, dan menulis perjanjian dengan Banu Damrah agar mereka tidak menyerang Muslim.

Nabi memberikan pelajaran tentang keberanian seorang pemimpin yang tidak hanya mengandalkan rencana, tetapi mengambil bagian di garis depan konflik, meskipun para sahabat menginginkannya untuk menghindari situasi berbahaya.

Perang Badar

Pertempuran Badar adalah yang paling penting di antara perang umat Islam lainnya kala itu. Untuk pertama kalinya para pengikut agama Islam diuji secara serius. Seandainya kemenangan menjadi bagian dari pasukan kafir maka iman umat Islam bisa saja berakhir sebab kala itu orang yang mengikuti perang ini masih dalam tahap awal perkenalan terhadap Islam.

Pertempuran ini setidaknya menghadirkan pasukan kafir Quraisy yang terdiri dari 950 pejuang sementara umat Islam hanya membawa dan 314 pasukan saja. Kekuatan umat Islampun dibagi menjadi tiga garis pertahanan:

  • Barisan pertama diisi oleh ratusan sahabat Rasul yang hatinya dipenuhi dengan keimanan dan kesiapan berkorban. Banyak dari mereka memandang mati syahid sebagai keberuntungan, setara dengan kehidupan dan kemenangan. Sahabat baik ini adalah tentara Islam, garis pertahanan pertama dan tembok tebal yang melindungi tempat Rasulullah berdiri. Mereka adalah para penyerang dan pembela.
  • Barisan kedua  dipimpin oleh Ali Ibn Abu. Ali juga Sahabat yang populer dengan kekuatannya di seluruh Semenanjung Arab.
  • Barisan terakhir dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW sendiri. Kepemimpinan dan ketegasannya yang tiada banding adalah tempat perlindungan terakhir bagi Muslim di perang Badar.

Mengenai orang-orang yang berada di barisan pertama, mereka adalah orang-orang yang biasa Nabi Muhammad panggil sebelum orang lain, untuk mempersembahkan pengorbanan yang berat. Mereka biasanya berdiri di garis pertahanan pertama yang membuka jalan bagi tentara untuk memerangi barisan musuh.

Ketika serangan umum dimulai dan setiap orang mulai bertempur, barisan yang melindungi Nabi bertugas untuk merusak musuh.  Pertempuran dimulai ketika Utbah Ibn Rabi-ah, putranya Al Walid dan saudaranya Sheibah berdiri di depan tentara kafir dan meminta Nabi untuk mengirimkan kepada mereka lawan yang sederajat.

Ratusan sahabat berada di sekelilingnya dan banyak dari mereka mengharapkan untuk dipanggil oleh Nabi tetapi Nabi memilih untuk memulai dari keluarganya sendiri. Beban itu berat dan hanya bisa dibawa oleh orang-orang yang memiliki kekuatan besar. Nabi hanya memanggil Ali, Al Hamza dan Obeidah Al Harith (semuanya dari marga Nabi) untuk menghadapi musuh-musuh yang hendak membunuh Nabi..

Ali menghancurkan Al Walid dan Al Hamza membunuh Utbah; kemudian mereka berdua membantu Obeidah melawan musuhnya, Sheibah. Sheibah kemudian meninggal dan Obeidah adalah syahid pertama dalam pertempuran ini. Dia meninggal setelah kehilangan kakinya.

Ketika serangan umum dimulai, ratusan umat Islam berpartisipasi dalam pertempuran dan banyak dari mereka yang akhirnya meninggal. Ali bin Abi Thalib sendiri berusaha untuk memenangkan pertempuran dengan perlawanan yang unik. etika Hanthala Ibn Abu Sufyan menghadapinya, Ali mencairkan matanya dengan satu pukulan dari pedangnya.

Dia memusnahkan Al Auss Ibn Saeed, dan bertemu Tuaima Ibn Oday dan menusuknya dengan tombaknya seraya berkata “Kamu tidak akan berselisih dengan kami dalam urusan agama dan Tuhan setelah hari ini.”

Nabi pun kemudian mengambil segenggam kerikil ketika pertempuran sangat panas. Dia melemparkannya ke wajah orang-orang kafir sambil berkata, “Semoga wajah-Mu menjadi cacat. Tuhan, menakuti hati mereka dan membuat kaki mereka tidak berfungsi “Orang-orang kafir lari, tidak memalingkan wajah mereka kepada siapa pun.

Kaum Muslimin kemudian terus membunuh mereka dan menahan tawanan. 70 orang kafir menemui ajalnya, dan muslim mengambil dari mereka 70 tawanan. Sejarah yang tersimpan dalam catatan Islam, bahwa banyak orang kafir Quraisy mati di tangan Ali. Pertempuran ini meletakkan dasar Negara Islam dan menjadikan Muslim sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan oleh penduduk Semenanjung Arab.

Perang Bani Sulaim di Al – Kudr

Pada hari-hari pertama Syawal, tujuh hari setelah Perang Badar, atau konon, di tengah-tengah Muharram, pada tahun ketiga, Rasulullah berangkat ke Bani Sulaim, dan ketika dia sampai di sebuah lubang air yang dikenal sebagai Qarqara Al-Kudr, Bani Sulaim dari Ghatafan mengumpulkan pasukan untuk menyerang umat Islam.

Nabi mengambil inisiatif sendiri dan melancarkan serangan mendadak terhadap mereka di tanah air mereka sendiri yang disebut Al-Kudr. Peristiwa di Al-Kudr terjadi karena suku Banu Saleem dan Ghatafan telah mengerahkan pasukan untuk menyerang pasukan umat Muslim.

Perang Bani Qainuqa

Kaum Yahudi dari suku Bani Qainuqa adalah yang pertama melanggar ketentuan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim. Orang-orang Yahudi ini memiliki benteng kokoh di luar Madinah. Ketika Nabi SAW memanggil orang-orang Yahudi ini untuk menghormati kesepakatan mereka dengan muslim, pemimpin mereka mengambil sikap menantang dan berkata bahwa mereka berbeda dengan Quraisy yang dapat dikalahkan.

Bani Qainuqa mengklaim bahwa mereka jauh lebih tangguh dari suku Quraisy. Terlepas dari pelanggaran yang diberikan oleh orang-orang Yahudi Qainuqa, Nabi tetap diam dan memutuskan untuk bersabar menunggu waktu yang tepat dan melakukan konfrontasi yang sebenarnya. Krisis berkembang  setelah Pertempuran Badar.

Seorang wanita Muslim mengunjungi toko tukang emas di kawasan Banu Qainuqa. Seorang laki-laki Yahudi merangkak di belakangnya, dan menyematkan rok wanita itu ke korsetnya. Ketika wanita berjalan tanpa disadari roknya jatuh memperlihatkan ketelanjangannya. Beberapa orang Yahudi berkumpul dan mulai mengejek wanita muslim itu.

Kemudian seorang muslim datang ke tempat itu dan dia menyerang orang Yahudi dengan pedangnya. Dia membunuh orang yang telah melakukan perbuatan memalukan itu dan muslim tersebut hampir saja terbunuh oleh orang Yahudi lainnya.

Ketika Nabi mengetahui apa yang terjadi, dia meminta Bani Qainuqa untuk membayar ganti rugi atas kesalahan yang mereka lakukan, dan memberikan jaminan yang memadai akan perilaku yang baik di masa depan. Banu Qainuqa menentang peringatan itu, dan bersiap untuk perang.

Kejadian ini membuat kesabaran Nabi hilang, dan dia memerintahkan tindakan hukuman terhadap Banu Qainuqa. Nabi memberikan bendera kepada Ali, dan pasukan Muslim yang dipimpin oleh Ali berbaris ke markas Bani Qainuqa. orang-orang Yahudi mengurung diri di benteng mereka, dan Muslim mengepung benteng tersebut.

Ali memblokir semua rute yang memberikan bantuan ke Bani Qainuqa dari luar. Setelah itu kaum Muslim memperketat pengepungan. Putus asa karena tidak ada bantuan apa pun kepada Bani Qainuqa, akhinya kaum Yahudi inipun menyerah setelah melakukan persembunyian selama dua minggu.

Di bawah hukum Yahudi semua laki-laki di antara Bani Qainuqa dapat dipenggal, dan perempuan serta anak-anak mereka dapat dijual sebagai budak. Namun Nabi tidak mau mengikuti hukum Yahudi, Nabi hanya memerintahkan pengusiran mereka dari Madinah. Properti Banu Qainuqa disita. Sebagai isyarat niat baik untuk muhajirin, kaum Ansar memutuskan untuk melepaskan bagian mereka.

Properti yang disita dibagikan kepada kaum muhajirin termasuk Ali. Bahkan jika dikatakan bahwa posisi keuangan Ali lemah dalam hal apapun, posisi keuangannya pasti membaik setelah operasi melawan Bani Qainuqa, karena sebagai hasil dari pertempuran ini dia memiliki banyak sekali harta tawanan.

Peran Bani Qainuqa adalah pertempuran pertama Ali yang dilakukan di bawah komandonya. Dalam pertempuran ini, Ali mempertanggungjawabkan jabatan jenderalnya.

Perang Sawiq

Sawiq adalah jenis tepung yang dibuang Abu Sufyan dan teman-temannya dari unta mereka agar dapat melarikan diri dari pengejaran Nabi. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 5 Dzulhijjah, di mulut saluran sebelah gunung yang disebut Layb, dekat Madinah.

Abu Sufyan, dengan bantuan kaum Yahudi Banu An-Nadeer, membunuh salah satu muslim dari Ansar dan membakar pohon palem di daerah Al-Uraid di Madinah. Perlakuan ini adalah upaya untuk membalas kerugian yang mereka derita dari umat Islam dalam pertempuran Badar ketika para pemimpin kafir diserang dan para tetua mereka dibunuh, dua bulan sebelumnya.

Nabi Muhammad memimpin perang ini untuk menghadapi pemimpin kafir, Abu Sufyan. Setelah menderita kekalahan memalukan di Pertempuran Badar, Abu Sufyan ibn Harb, pemimpin Quraisy mengumpulkan 200 orang berkuda, mengambil alih jalan timur melalui Najd dan diam-diam tiba di malam hari, di pemukiman Banu Nadir, sebuah suku Yahudi.

Namun, kepala suku Yahudi, Huwey menolak dia masuk ke tempat tinggal Yahudi. Maka, Abu Sufyan mengungsi ke Salam bin Mishkan, pemimpin lain dari suku Bani Nadir dari Yahudi. Salam menyambut Abu Sufyan dengan ramah. Di malam hari, Abu Sufyan mengajaknya ke ladang jagung Urayd, sekitar dua atau tiga mil di timur laut Medina. Dia membakar pertanian ini dan membunuh 2 Muslim.

Ketika Muhammad tahu, dia mengumpulkan anak buahnya untuk mengejar Abu Sufyan namun Nabi dan pasukannya tidak bisa mengejar mereka karena Abu Sufyan dan pasukkannya berlari sangat cepat dan membuang semua bekalnya, agar bisa berlari cepat. Kaum Muslimin mengumpulkan sebagian dari perbekalan yang dibuang oleh orang Quraisy dan membawa kembali sebagian Sawiq (sejenis tepung).

Perang Uhud

Pertempuran berikutnya antara kaum Quraisy dan kaum Muslimin adalah pertempuran Uhud, sebuah bukit sekitar empat mil di sebelah utara Madinah. Para penyembah berhala, berusaha membalas kekalahan mereka di Perang Badar. Kaum Quraisy membuat persiapan yang luar biasa untuk serangan baru terhadap Muslim.

Mereka mengumpulkan pasukan yang terdiri dari 3000 orang yang kuat. Pasukan ini bergerak maju di bawah bimbingan Abu Sufyan. Jumlah pasukan Nabi sendiri jauh lebih rendah dari musuh-musuhnya.

Pada awalnya Nabi memutuskan untuk tetap berada di dalam kota dan menerima mereka di sana; tetapi atas nasehat beberapa sahabatnya, Nabi dan pasukannya berbaris melawan mereka di depan seribu orang, yang seratus di antaranya dipersenjatai dengan mantel.

Tetapi Nabi tidak memiliki kuda untuk diberikan kepada pasukannya, selain miliknya sendiri. Dengan kekuatan yang minim ini, Nabi akhirnya berhenti di Gunung Uhud.  Menggunakan geografi alam Madinah sebagai alat, para pembela Muslim mengambil posisi di sepanjang lereng Gunung Uhud.

Gunung itu sendiri mencegah pasukan penyerang menembus dari arah itu. Nabi Muhammad menugaskan sekitar 50 pemanah untuk mengambil pos di bukit berbatu. Keputusan strategis ini dimaksudkan untuk melindungi tentara Muslim dari pengepungan oleh lawan.

Para pemanah diperintahkan untuk tidak pernah meninggalkan posisi mereka dalam keadaan apapun kecuali diperintahkan untuk melakukannya. Strategi ini nyaris berhasil hanya saja banyak pemanah yang tidak mematuhi perintah dan lari menuruni bukit untuk meminta rampasan perang. Hal ini membuat tentara Muslim rentan dan mengubah hasil pertempuran.

Saat pemanah Muslim meninggalkan pos mereka karena keserakahan, kafilah Mekah menemukan celahnya. Mereka menyerang Muslim dari belakang dan memisahkan kelompok satu sama lain. Beberapa terlibat dalam pertempuran tangan kosong, sementara yang lain mencoba mundur ke Madinah. Desas-desus kematian Nabi Muhammad menimbulkan kebingungan. Kaum Muslim diserbu, dan banyak yang terluka serta terbunuh.

Pertempuran berakhir, dan pasukan umat muslim akhirnya kalah. Pertempuran Uhud mengajarkan Muslim pelajaran penting tentang keserakahan, disiplin militer, dan kerendahan hati.

Banyak sekali hikmah yang bisa diambil dari perang-perang yang diikuti Nabi. Semoga kita bisa mengambil hikmah pertempuran yang dilakukan oleh Nabi ini.

Perang Dzi Amr
Pada ekspedisi ini Rasulullah SAW berangkat bersama 450 pejuang. Ekspedisi ini terjadi karena terdapat konsentrasi massa dari bani Tsa'labah dan Muharib yang akan menyerang pinggiran Madinah. Ketika mereka mendapat kabar kedatangan Rasulullah SAW, mereka akhirnya bercerai berai. Rasulullah SAW menetap di Dzi Amr selama satu bulan Shafar penuh pada tahun 3 Hijriah.

 

Perang Bahran 
Rasulullah SAW berangkat bersama 300 pejuang ke sebuah tempat yang dikenal dengan nama Bahran. Beliau menetap selama 2 bulan pada tahun 3 Hijriah. Ada perbedaan pendapat perihal penyebab terjadinya patroli ini. Ada yang menyebutkan untuk memecahkan konsentrasi pasukan bani Sulaim, ada juga yang menyebutkan dengan tujuan menyerang Quraisy.

Ghazwah Safwan

Terjadi pada tahun 2 Hijriah. Penyebab pemberangkatan brigade ini adalah Karz bin Jabir Al-Fihri telah melakukan penyerangan dan merampas sebagian tanah di Madinah. Sehingga, berangkatlah Rasulullah bersama 70 orang sahabat. Ketika telah sampai safwan, Rasulullah SAW tidak menemukan Karz dan teman-temannya sehingga Rasulullah SAW pulang kembali ke Madinah tanpa melakukan peperangan.

Pertempuran Dzul - Usyairah

Terjadi pada bulan Jumadal Ula dan Jumadal Akhirah tahun 2 Hijriah. Rasulullah SAW berangkat bersama 150 orang sahabat dari kaum muhajirin. Beliau tidak memaksa orang-orang untuk ikut serta. Mereka pergi dengan 30 unta yang digunakan secara bergantian. Tujuan dari pemberangkatan ini adalah untuk mencegat kafilah Quraisy yang akan berniaga menuju syam. Tetapi kedatangan Rasulullah SAW terlambat karena kafilah Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan sudah melewati Dzul-Usyairah beberapa hari yang lalu. Kafilah inilah yang nantinya berusaha dicegat sehingga terjadinya perang Badar Kubra. Pada peristiwa ini Rasulullah SAW melakukan perjanjian dengan Bani Mudlij dan sekutunya.

 

Pertempuran Buwath

Dalam pertempuran ini Rasulullah SAW ditemani oleh 200 orang sahabat dengan tujuan mencegat kafilah Quraisy. Namun ketika sampai Buwath, Rasulullah SAW tidak mendapatkan sasaran yang diinginkan. Pertempuran ini terjadi pada bilan Rabiul Awwal tahun 2 Hijriah.

No comments:

Post a Comment