Monday, February 14, 2022

Sinopsis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik "Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck"

Download File Lengkap Doc Pada Link Berikut :

Download Via Google Drive

 

Sinopsis : Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

oleh: Tamy Erissanti

Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun. Pemuda itu bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar.

Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh  mamaknya. Datuk Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih menemui ajalnya. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun kemudian, lahirlah Zainuddin.

Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.

Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sanan, ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di padang, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.

Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang Minang. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.

Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati.

Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnyarombongan dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab.

Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Hayati juga merasakan kegetiran. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin jatuh sakit.

Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat dengan nama letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan.

Hayati dan Aziz hijrah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka singgah di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi.

Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayat pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der Wijck.

Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Maka segeralah ia hendak menyusul Hayati ke Jakarta. Saat sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati.

Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin.

Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan dengan pusara Hayati

Unsur Intrinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

1.    Tema:

Novel karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang bertema tentang cinta yang sejati, tulus dan cinta yang setia antara laki-laki dan perempuan tetapi tidak dapat dipersatukan dan tak tersampaikan karena tradisi adat Minangkabau yang begitu mengikat dan terlalu mendiskriminasi adat lainnya pada saat itu.

2.    Alur:

Menggunakan Alur maju

Karena di dalam Novel tersebut banyak mengulang kisah masa lalu dari kehidupan Zainuddin, seperti contoh dari awal cerita Novel tersebut, terdapat bagian cerita tentang perjalanan hidup ayah Zainuddin yang diceritakan oleh Mak Base. Cerita dari Muluk tentang karya Zainuddin yang terakhir kalinya sebelum dia meninggal. Selebihnya menceritakan tentang masa depan kehidupan Zainuddin dan Hayati.

3.    Tokoh:

Tokoh Utama:
–         Zainuddin
–          Hayati
–          Khadijah
–          Aziz

Alasanya karena di dalam cerita mereka sering terlibat dalam dialog langsung maupun tidak langsung. Konflik dalam cerita juga diakibatkan oleh tokoh tersebut.

Tokoh Pendukung:
–          Mak Base (Orang Tua Angkat Zainuddin)
–          Muluk    (Sahabat Zainddin)
–          Daeng Masiga
–          Mak Tengah Limah (Mamak dari Hayati)

Alasannya karena mereka sebagai tokoh pendukung dari tokoh utama mereka juga melakukan dialog dengan tokoh utama pada novel tersebut. Tokoh Pendukung juga menjadi tokoh dalam adanya konflik dalam novel tersebut.

4.    Penokohan:

–          Zainuddin (Tokoh Protagonis)

Seorang pemuda yang baik hati, alim, sederhana, memiliki ambisi dan cita-cita yang tinggi, pemuda yang setia, sering putus asa, hidupnya penuh kesengsaraan oleh cinta, tetapi memiliki percaya diri yang tinggi, mudah rapuh, orang yang keras kepala.

Bukti: “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)

–          Hayati  (Tokoh Protagonis)

Perempuan yang baik, lembut, ramah dan penurut adat. Perempuan yang pendiam, sederhana, dan memiliki kesetiaan. Perempuan yang menghormati ninik mamaknya, penyayang, memiliki belas kasihan, orang yang tulus, sabar dan terkesan mudah dipengaruhi.

–          Aziz (Tokoh Antagonis)

Seorang laki-laki yang pemboros, suka berfoya-foya, tidak setia, tidak memiliki tujuan hidup, orang kaya dan berpendidikan, orang yang tidak beriman, tidak bertanggung jawab dan dalam hidup hanya bersenang-senang senang menganiaya istrinya dan putus asa.

Bukti: “…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. (181:1986)

–          Khadijah

Perempuan yang berpendidikan, berwatak keras, senang mempengaruhi orang lain, orang kaya, penyayang teman, merupakan orang kota, memiliki keinginan yang kuat.

5.    Sudut Pandang

Penulis dalam meceritakan Novel tersebut menggunakan sudut pandang orang ke tiga.

Bukti dengan menggunakan “dia” dan menggambakan tokoh Zainuddin dan hayati secara jelas melalui deskripsi dan cerita yang menyampaikan melalui pengamatan dari pembaca. Terlihat dialog-dilaog yang menceritakan tentang karakter dari para tokoh.

6.    Latar/ Setting

Latar tempat:

–          Mengkasar (tempat Zainuddin dilahirkan)

–          Dusun Batipuh (tempat Hayati tinggal dan bertemu dengan Zainuddin pertama kali)

–          Padang Panjang (Tempat Zainuddin pindah dari Batipuh untuk mendalami ilmu, tempat Khadijah  tinggal, tempat adanya pacuan kuda dan Pasar Malam)

–          Jakarta/ Batavia (Tempat Zainuddin dan temannya Muluk pertama kali pindah ke Jawa)

–          Surabaya (Tempat Zainuddin tinggal dan menjadi penulis, tempat pindahan kerja Aziz dan Hayati)

–          Lamongan (di rumah sakit, tempat terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati berdialog sebelum meninggal)

Latar waktu:

–          Siang

–          Malang

Penggambaran Waktu tidak begitu tergambar jelas dalam cerita hanya mengalir siang dan malam.

Latar Suasana:

–          Mengharukan (saat Hayati menerima cinta Zainuddin ketika Zainuddin menyatakan lewat surat dan              bertemeu di bentang sawah milik Datuk)

–          Menyedihkan (ketika Zainuddin hiup dengan sengsara, permintaan Zainuddin di tolak oleh keluarga              Hayati, ketika Hayati meninggal)

7.    Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menggunkan bahasa melayu kental di padukan bahasa Minangkabau. Sering pula menggunakan bahasa pengandaian.

8.    Amanat

–          Tersirat

“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”

–          Tersurat

1.      Jika cinta itu tulus dari hati yang sebenarnya, maka cinta itu tidak perlu memaksanakan untuk dimiliki.

2.      Walaupun cinta tak tersampaikan, kita harus tetap menjaga cinta itu dengan baik.

3.      Dalam hidup kita tidak boleh mudah putus asa dan harus selalu memiliki tujuan hidup.

4.      Ikutilah kata hati dan juga dengan pemikiran jika ingin bertindak.

5.      Cinta tak sampai seharusnya bukan akhir dari segalanya.

6.      Cinta dapat membuat orang yang merasakan cinta itu melakukan segalanya untuk orang yang dicintai.

7.      Cinta sejati dan tulus tak lekang oleh waktu.

8.      Sejahat-jahat orang yang mencintai kita, sadarlah bahwa ia tidak pernah membenci kita.

Hidup merupakan pilihan yang harus kita pilih sendiri tujuan hidup kita

Unsur Ekstrinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

1.      Sejarah/ Biografi Pengarang

Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka (lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.

 Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia. Lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nama Hamka melambung sebagai sastrawan.

2.      Situasi dan Kondisi

Meskipun Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck diterbitkan tahun 1939, tapi situasi yang diceritakan masih relevan dengan zaman sekarang. Contohnya Zainuddin yang ditinggal menikah oleh kekasih hatinya, kisah seperti ini bisa kita temukan di kehidupan nyata. Lalu kisah Zainuddin yang menjadi sukses setelah bangkit dari keterpurukan juga banyak kita temui dari kisah tokon-tokoh terkenal pada zaman sekarang.

Namun kondisi masyarakat dalam novel ini cukup berbeda dengan kondisi masyarakat zaman sekarang. Kondisi masyarakat yang diceritkan dalam novel ini masih sangat taat akan tradisi sedangkan masyarakat zaman sekarang sudah lebih modern dan lebih terbuka pada hal-hal baru.

3.      .Unsur Kebahasaan

a)      Kalimat Simpleks :

·         Matahari telah hampir masuk ke dalam peraduannya.

·         Di waktu senja demikian kota Mengkasar kelihatan hidup.

·         Dia dinamai ayahnya Zainuddin.

·         Darah muda masih mengalir dalam badannya.

·         Dari pembuangan Cilacap dia dibawa orang ke tanah Bugis.

 

b)     Kalimat Kompleks :

·         Orang serumah itu ribut, pekik yang perempuan lebih-lebih lagi.

·         Ketika Landraad bersidang di Padang Panjang, Pendekar Sutan mengaku terus terang atas kesalahannya, dia dibuang 15 tahun.

·         Setelah dipotong 3 tahun, habislah hukuman dijalankannya seketika dia berada di Mengkasar.

·         Kalau dia mau tentu dia akan dikirim ke Minangkabau, tanah tumpah darahnya.

·         Meskipun hatinya amat ingin dan telah teragak hendak pulang, ditahannya, dilulurnya air matanya, biarlah negeri Padang "dihitamkan" buat selama-lamanya.

 

c)      Kata Penghubung

Kata penghubung/konjungsi yang terdapat dalam novel ini diantaranya :

·         Dan : Ayahnya berkata, jika Mengkasar ada Gunung Lompo Batang dan Bawa Kara...

·         Tetapi : Ia tak tahu benar apakah isi lagu itu, tetapi rayuannya sangat melekat dalam hatinya.

·         Sejak : Sejak kecilnya telah dirundung oleh kemalangan'... Untuk mengetahui siapa dia...

·         Ketika : Ketika Landraad bersidang di Padang Panjang, Pandekar Sutan mengaku terus terang atas kesalahannya, dia dibuang 15 tahun

 

 

 

d)     Kata Rujukan

·         Sang : Hilang kebesaran Sang Surya, maka dari balik puncak Lompo Batang yang antara ada dengan tidak itu terbitlah bulan 15 hari menerangi seluruh alam.

·         Beliau : Ia teringat pesan ayahnya tatkala beliau akan menutup mata, ia teringat itu, meskipun dia masih lupa-lupa ingat.

·         Si : "Pertama membaca Al-Qur-an tengah malam, kedua membuaikan si Udin   dengan nyanyian negeri sendiri, negeri Padang yang ku cinta.

No comments:

Post a Comment