BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesehatan lingkungan kerja sering
kali dikenal juga dengan istilah Higiene Industri atau Higiene Perusahaan.
Tujuan utama dari Higien Perusahan. Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga
kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya
melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan
yang mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi tenaga kerja yang mungkin
dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya personil di lingkungan
industri yang mengerti tentang hygiene industri dan menerapkannya di lingkungan
kerjanya. Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yang
berbeda yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga mempunyai
tujuan yang sama yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Sejarah hiperkes berkembang setelah abad ke-16. Pada tahun 1556 oleh Agricola
dan 1559 oleh Paracelcus di aderah pertambangan. Benardi Rammazini (1633-1714),
dikenakl sebagai bapak Hiperkes, yang membahas hiperkes di industry textile
terutama mengenai penyakit akibat kerja (PAK)
B.
Pengertian Hygiene Perusahaan
Higiene Perusahaan adalah
spesialisasi dalam ilmu hygiene beserta prakteknya yang dengan mengadakan
penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif
dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya
dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta
bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan
terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan mengecap derajat
kesehatan setinggi-tingginya. (Menurut Suma’mur, 1976). Jenis sifat-sifat
Higiene Perusahaan; sasaran adalah lingkungan kerja dan bersifat teknik.
Kesehatan kerja adalah spesialisasi
dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat memperoleh derajat kesehatan setingg-tingginya, baik fisik,
atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Jenis
sifat-sifat kesehatan kerja yaitu; sasaran adalah manusia dan bersifat medis.
Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan dua disiplin
ilmu yang berbeda yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga
mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Istilah Hiperkes menurut Undang – Undang tentang ketentuan pokok
mengenai Tenaga Kerja yaitu lapangan kesehatan yang ditujukan kepada
pemeliharaan-pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja,
dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang
sakit, mengatur persediaan tempat, cara-cara dan syarat yang memenuhi
norma-norma hiperkes untuk mencegah penyakit baik sebagai akibat pekerjaan,
maupun penyakit umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan bagi tenaga
kerja.
Hiperkes berkembang setelah abad ke-16. Pada tahun 1556 oleh
Agricola dan 1559 oleh Paracelcus di aderah pertambangan. Benardi Rammazini
(1633-1714), dikenal sebagai bapak Hiperkes, yang membahas hiperkes di industry
textile terutama mengenai penyakit akibat kerja (PAK).
C.
Sejarah Hygiene Perusahaan
Seperti halnya profesi yang lain,
menentukan kapan pertama kalinya praktek higiene industri dilakukan sangat
sulit untuk ditentukan, bahkan hampir mustahil. Namun, kita bisa mulai
menjawabnya dengan mengidentifikasi kapan manusia mulai menyadari adanya bahaya
di tempat kerja dan bagaimana cara mengendalikannya.
Pada tahun 370 SM, seorang dokter
yang bernama Hippocrates (460-370SM) membuat tulisan tentang penyakit akibat
kerja, keracuan timbal pada pekerja pertambangan dan metalurgi. Tulisannya ini
merupakan tulisan pertama dalam bidang kedokteran kerja (occupational
medicine).
Pada awal abad pertama setelah
masehi, Plinius Secundus (Pliny the Elder) menulis bahwa ”sedikit penambang
menyelimuti mukanya dengan loose bladder (kain penutup yang terbuat dari
kandung kemih binatang), yang memungkinkan mereka melihat tanpa menghirup
debu-debu yang berbahaya”. Dari tulisannya tersebut kita melihat bahwa pada
awal abad pertama setelah masehi, Pliny berhasil mengidentifikasi adanya bahaya
debu di tempat kerja dan menuliskan bagaimana sebagian pekerja telah berusaha
melakukan kontrol terhadap bahaya tersebut dengan menggunakan alat pelindung
diri berupa loose bladder. Pada tahun 1473, Ellenbog mengenali bahaya dari uap
logam dan menggambarkan gejala-gejala akibat keracunan uap logam timbal dan
merkuri. Ellenbog juga memberikan beberapa saran bagaimana cara mencegah
keracunan tersebut.
Pada tahun 1556, Georgius Agricola
menerbitkan tulisan De Re Metallica menyatakan bahwa semua aspek di industri
pertambangan, peleburan dan penyulingan, tidak ada yang terbebas dari penyakit
dan celaka, dan alat yang bisa digunakan untuk mencegah penyakit dan celaka
tersebut adalah ventilasi. Dilanjutkan dengan adanya hasil penelitian yang luar
biasa dari Paracelsus, pada tahun 1567 tentang penyakit respirasi pada pekerja
pertambangan disertai penjelasan tentang keracunan merkuri. De Morbis
Artificium Diatriba (penyakit para pekerja) merupakan tulisanpertama yang
dianggap sebagai risalah lengkap dalam bidang penyakit akibat kerja. Tulisan
ini adalah hasil karya Bernardino Ramazzini (1633-1714), yang dikenal sebagai
Bapak kedokteran kerja (occupational Medicine) dan diterbitkan pada tahun 1713.
Melalui observasinya sendiri, Ramazzini menggambarkan dengan sangat akurat
stratifikasi dari pekerjaan, bahaya yang ada di tempat kerja tersebut dan
penyakit yang mungkin muncul akibat pekerjaan tersebut. Meskipun Ramazzini
memberikan cara pencegahan penyakit tersebut, seperti perlunya menutupi wajah
untuk menghindari debu, tetapi kebanyakan dari rekomendasinya bersifat terapi
dan kuratif.
Pada tahun 1775 Percival Pott,
menyatakan bahwa para pekerja pembersih cerobong asap di Inggris menderita
penyakit kanker skrotum. Percival Pott menekankan bahwa adanya jelaga dan
kurangnya higiene di cerobong asap yang menyebabkan terjadinya kanker skrotum.
Dari penelitiannya ini, maka Percival Pott menjadi Occupational epidemiologist
pertama dalam sejarah. Baru pada abad ke-19, dua orang dokter yakni Charles
Thackrah di Inggris dan Benjamin W. Mc Cready di Amerika, memulai lahirnya
literatur modern dalam bidang rekognisi penyakit akibat kerja. On the
influenece of Trades, Professions, and Occupations in the United States, in the
Production of disease, hasil karya Benjamin Mc Cready, merupakan literatur
kedokteran kerja pertama yang dipublikasikan di Amerika.
D.
Ruang lingkup dan Tujuan hygiene
perusahaan
Ruang lingkup hygiene industry
merupakan sekuen atau urutan langkah atau metode dalam implementasi HI,dimana
urutan tidak bisa dibolak balik dan merupakan suatu siklus yang tidak berakhir
(selama aktivitas industry berjalan). Ruang lingkup hygiene industry terdiri
dari :
1) Antisipasi
Antisipasi
merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di tempat kerja.
Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene industri di tempat kerja.
Adapun tujuan dari anntisipasi adalah :
·
Mengetahui
potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko
yang nyata
·
Mempersiapkan
tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki
·
Meminimalisasi
kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu
area dimasuki
Langkah-langkah
dalam antisipasi yaitu :
·
Pengumpulan
Informasi
·
Melalui
studi literature
·
Mempelajari
hasil penelitian
·
Dokumen-dokumen
perusahaan
·
Survey
lapangan
·
Analisis
dan diskusi
·
Diskusi
dengan pihak terkait yang kompeten
·
Pembuatan
Hasil
Yang
dihasilkan dari melakukan antisipasi adalah daftar potensi bahaya dan risiko
yangndapat dikelompokkan:
- Berdasarkan lokasi atau unit
- Berdasarkan kelompok pekerja
- Berdasarkan jenis potensi bahaya
- Berdasarkan tahapan proses produksi dlL
2) Rekognisi
Rekognisis
merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya lebih detil dan
lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan
suatu hasil yang objektif dan bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam
rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan
informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau
struktur, sifat, dll.
Adapun
tujuan dari rekognisi adalah :
- Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek, severity, pola pajanan, besaran)
- Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko
- Mengetahui pekerja yang berisiko
3) Evaluasi
Pada tahap
penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan sampel dan
analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi
lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil
pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau
tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekaligus merupakan
dokumen data di tempat kerja.
Tujuan
pengukuran dalam evaluasi yaitu :
- Untuk mengetahui tingkat risiko
- Untuk mengetahui pajanan pada pekerja
- Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)
- Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan
- Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja
- Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik
4) Pengontrolan
Ada
6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
- Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
- Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan mengubah beberapa
E.
Tujuan dari hygiene perusahaan
1. Meningkatkan derajat kesehatan
karyawan setinggi-tingginya melalui pencegahan dan penanggulangan penyakit dan
kecelakaan akibat kerja serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi karyawan.
2. Meningkatkan produktivitas karyawan
dengan memberantas kelelahan kerja,meningkatkan kegairahan kerja dan memberikan
perlindungan kepada karyawan dan masyarakat sekitarnya thd.bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan oleh perusahaan.
F.
Potensi Bahaya Pada Factor Fisika
dan Kimia yang Terjadi dalam Hygiene Perusahaan
Faktor
lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja(occupational
health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor kimia.
1. Bahaya Fisik :
Bahaya
faktor fisika meliputi :
·
Kebisingan
·
Penerangan
atau pencahayaan
·
Getaran
2. Bahaya Kimia
Bahaya
faktor kimia meliputi korosi,debu Pb, NOx, NH3, CO, dsb.
·
Korosi
Bahan
kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana
terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang
paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
·
Iritasi
Iritasi
menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa
menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema
(bengkak) Contoh: Kulit ( asam, basa,pelarut, minyak), Pernapasan :
aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine
,bromine, ozone.
·
Racun
Sistemik
Racun
sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
Contoh : Otak : pelarut, lead,mercury, manganese Sistem syaraf peripheral :
n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide Sistem pembentukan darah :
benzene,ethylene glycol ethers Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated
hydrocarbons Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam
melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian terhadap
faktor-faktor lingkungan atau stresses, yang timbul di atau dari tempat kerja,
yang bisa menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau
ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat. Higene
industri dapat dikatakan sebagai juru bicara antara profesi keselamatan dan
kedokteran.Adapu ruang lingkup hygiene industry terdiri dari antisipasi,
rekognisi, evaluasi dan pengontrolan.Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan
industry yaitu bahaya fisik, bahaya kimia, factor biologi, ergonomic dan factor
psikologi.
B. Saran
Agar pekerja bisa nyaman dan
produktif perlu upaya untuk meminimalkan bahaya di tempat kerja(factor fisika
dan factor kimia). Upaya untuk melakukan pengendalian bahaya tersebut meliputi:
eliminasi, substitusi,isolasi dan rekayasa enginering, upaya administrasi dan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
DAFTAR PUSTAKA
https://consisteria.blogspot.co.id/2015/07/higiene-perusahaan.html
https://dyahpithaloka.wordpress.com/2010/11/22/higiene-industri/
http://kesmasy.wordpress.com/2010/02/03/hiperkes-higiene-perusahaan-ergonomi-dan-kesehatan/
http://percikcahaya.blogspot.com/2011/01/higiene-perusahaan-dan-kesehatan-kerja_19.html
No comments:
Post a Comment