KEMAJUAN teknologi saat
ini bukan hanya membuat kita terkagum-kagum atau terheran heran. Bahkan
sudah memasuki yang Namanya revolusi industri 4.0 atau generasi industri ke-4.
Dimana semua hal menjadi interkonektivitas, semua saling berhubungan dan
terjadi keterbukaan. Akibat dari digitalisasi dan otomasi dari era industri
4.0 ini perubahan perubahan besar menjadi tak terhindarkan lagi, ketika dunia
harus bertransformasi mengikuti perubahan zaman.
Dalam setiap era perubahan zaman
sistem dan perilaku manusia juga ikut berubah mengikuti zaman (Toffler,
1980). Bukanhanya dunia industri yang terdampak tapi juga dunia sosial,
ekonomi dan hukum bahkan kesehatan.
Akhir-akhir ini beredar foto maupun
video yang menggambarkan situasi dan kondisi kerja para tenaga kesehatan.
Seperti misalnya beredar foto seorang dokter dan tenaga medis yang sedang
menolong pasien, yang sedang kritis akibat pembacokan (kompas.com
21/10/15) atau tenaga medis yang selfie di meja operasi (detik news 15/12/15),
selfie dua perawat di depan pasien yang sekarat (kompas.com 25/7/17) dan belakangan
beredar video seorangdokterbedah yang bernyayi sambal melakukan operasi
pada pasiennya.
Perilaku para tenaga kesehatan
seperti di atas tadi menimbulkan pertanyaan apakah etis melakukan selfie di
ruang operasi dan bagaimana perlindungan hukum terhadap rahasia pasien. Pada
pasal 56 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dise butkan bahwa
penyedia jasa layanan kesehatan antara lain meliputi balai pengobatan, pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit khusus, praktik dokter, praktik dokter gigi,
praktik dokter spesialis, praktik bidan, toko obat dan lain sebagainya.
Belakangan ini penyedia jasa layanan
kesehatan terutama rumah sakit baik yang dikelola oleh pemerintah maupun
swasta sudah cenderung mengarah pada liberalisasi pelayanan kearah industri
kesehatan. Kecenderungan ini dapat dilihat dengan timbul-nya konflik antara
profesi medis dengan profesi manajemen, dimana di pihak medis dilakukan
pendekatan teknis medis, dan di pihak manajemen lebih mengutamakan aspek
manejerial, yang dampaknya juga akan dirasakan oleh konsumen/pasien dalam
bentuk profit oriented menjurus pada pendekatan untung dan rugi. Dengan
semakin terbukanya informasi dan perubahan perilaku manusia (Narsistik)
rumah sakit maupun penyedia jasa layanan kesehatan yang lain juga mengalami
dampak.
A.
Aturan
hukum
Foto-foto maupun video yang
menggambarkan kondisi pasien diunggah di media sosial dan diharapkan menjadi
viral yang akan membawa keuntungan baik pada petugas medis maupun penyedia
layanan kesehatan.
Dalam dunia kedokteran terdapat dua
penerapan aturan hukum yang mempunyai kekuatan yang sama dalam bentuk
perundang-undangan yaitu UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No 8
tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini dimungkinkan karena
timbulnya berbagai penafsiran tentang hubungan antara pasien dan dokter,
apakah termasuk dalam hubungan bersifat untung rugi atau bersifat sosial.
Hubungan hukum antara dokter dan
pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan bersumber pada kepercayaan
pasien terhadap dokter (tenaga medis) . Pasien harus dipandang sebagai subyek
yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir layanan bukan sekadar obyek.
Hubungan yang dahulu adalah bersifat paternalistic dimana dokter atau tenaga
medis yang menentukan, dan pasien hanya menerimasaja, kini telah menjadi
hubungan yang sejajar dimana tenaga medis maupun pasiennya mempunyai hak dan
kewajiban.
Perkembangan tehnologi di bidang
kesehatan dengan berbagai peluang dan tantangannya seyogyanya memudahkan
dan membuat kebaikan untuk pasien maupun tenaga kesehatan dan penyedia jasa
layanan kesehatan. Namun masih terlihat bahwa perkembangan tehno logi ini
belum diikuti dengan perilaku profesi yang akomodatif terhadap hak-hak pasien.
Pasal 53 ayat 2 UU no 23 Tahun 1992
tentang kesehatan menyatakan bahwa Tenaga Kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi,dan menghormati hak
pasien. Salah satu hak pasien adalah hak kerahasiaan medik.
Menurut pasal 2 UU KIP dan
diaturlebihlanjut pada pasal 17 huruf E, merumuskan tentang informasi publik
yang dikecualikan dan bersifat terbatas salah satunya adalah :‘riwayat,
kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik dan psikis seseorang”
Dokter diwajibkan ber dasarkan
profesinya untuk menyimpan rahasia yang dipercayakan kepadanya, maka unsur
kepercayaan merupakan sesuatu yang mutlak (Guwandi,1992). Menurut hazewing
kel Suringa, fungsi rahasia medis hanya untuk mengadakan kepercayaan antara
sipencari dan sipemberi pertolongan dan dengan demikian bermanfaat untuk
kepentingan umum mengenai kesehatan rakyat baik secara jasmani maupun rohani
(Guwan di, 2005).
Kode Etik Kedokteran Indonesia pada
pasal 12 menyatakan “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seoang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia.
B.
Privasi
Pasien
Data pasien mengandung kerahasiaan dan
merupakan hak pasien yang harus dijunjung tinggi oleh setiap pen yelenggara
pelayanan kesehatan. Ada beberapa ketentuan perundang-undangan yang
mengatur mengenai hal ini yaitu :
1.Pasal 57 UU N0.36/2009
TentangKesehatan, mengatakan bahwa setiap orang berhakatas kondisi kesehatan
pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
2.Pasal 48 UU No. 29/2004 Tentang
Praktik Kedokteran, mengatakan bahwa “Setiap dokter at au dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokterannya wajib menyimpan rahasia kedokteran.
3.Pasal 32 (i) UU No 44 Tentang Rumah
Sakit mengatakan bahwa“ hak pasien untuk mendapatkan privasi dan kerahasiaan
penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
4.Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia Kedokteran. Pelanggaran
terhadap ketentuan perundang-undangan tersebut diancam pidana kurungan badan,
sebagaimana yang diatur dalam pasal 322 KUHP yang mengatakan “Barang siapa
yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib ia simpan karena jabatannya
atau karena pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan
hukuman penjara selama lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya
sembilan ribu rupiah.
Maka jika menyimak apa yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan (melakukan selfie di meja operasi dll) adalah merupakan
salah satu bentuk tindakan membuka rahasia kedokteran dan pelanggaran hak
pasien atas informasi medik dan rahasia medik. Pasien menginginkan perawatan
dan perhatian dari tenaga kesehatan ketika mereka mencari bantuan, ber dasarkan
kepercayaan, dengan beredarnya foto-foto selfi tenaga kesehatan baik di ruang
operasi atau yang lain akan menimbulkan stres, dan tidak adanya rasa aman pada
pasien yang berujung pada rasa ketidak percayaan atau bisa juga mengganggu
proses terapi.
Selfie dengan pasien yang sakit bisa
mengganggu hak privasi pasien, dan pasien juga tidak boleh berada dalam
situasi mereka harus mengorbankan privasi demi keuntungan tenaga kesehatan.
Undang-Undang telah mengatur hak pasien dan kewajiban tenaga kesehatan,
berselfie tanpa izin pasien dinyatakan sebagai tindakan yang sangat tidak
beretika dan bisa dikenai hukuman karena melakukan hal ini. Kewajiban
dari seorang tenaga kesehatan adalah menya dari masalah ini dan tidak melanggar
hak pasien.
Hubungan antara tenaga kesehatan dan
pasien harus dibangun berdasarkan integritas dan rasa percaya. Tenaga kesehatan
diharapkan bisa menjaga sikap agar tidak melanggar kode etik dan peraturan
yangberlaku.
No comments:
Post a Comment